Petaka Desa Pinapuan

Kronologis Singkat

Desa Pinapuan adalah salah satu dari 323 desa di Kabupaten Banggai yang terletak di sebelah utara Kabupaten Banggai, tepatnya di Kecamatan Pagimana. Pada 01 Desember 1987 desa Pinapuan ditetapkan menjadi desa definitif secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Banggai dengan luas lahan 435 Ha dan Jumlah Penduduk 449 Jiwa.

air tambang
Insert Foto : Ilustrasi Air Yang Tercemar Aktifitas Tambang

Awalnya Penduduk desa Pinapuan yang mayoritas suku Loinang bermukim di daerah pegunungan kabupaten Banggai yang disebut Ondor Distrik Lingketeng dan dipimpin oleh sang Kapitan, ondor distrik Lingketeng terbagi 17 kelompok masyarakat salah satunya adalah Masyarakat Pinapuan. Daerah pemukiman masyarakat Pinapuan  tersebut diberi nama Pinapuan Lingketeng, dimana mata pencaharian mereka pada saat itu ialah memanfaatkan hasil sumber daya hutan untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti rotan,madu,sagu, padi ladang dll.

Sekitaran tahun 1973 masyarakat Pinapuan berpindah tempat di wilayah Desa Asaan/Labuka dengan jumlah Kepala Keluarga kurang lebih 45 KK. Setelah itu pada tahun 1982 masyarakat  Pinapuan Lingketeng terdaftar secara resmi sebagai komunitas adat terpencil sehingga pemerintah Kabupaten Banggai mengikut sertakan  masyarakat Pinapuan Lingketeng dalam program Pemberdayaan Komunitas adat terpencil oleh Depertemen Sosial Republik Indonesia. Sejak saat itu masyarakat Pinapuan Lingketeng selalu mendapatkan bantuan sosial oleh pemerintahan Republik Indonesia.

Pada tahun 1983, untuk mempermudah akses pelayanan pemerintah terhadap masyarakat lokal, pemerintah Kabupaten Banggai mengikut sertakan masyarakat Pinapuan Lingketeng dalam program transmigrasi/translokal yang diprogramkan oleh kementerian Sosial dan Transmigrasi dengan luas lahan 435 Ha sekaligus fasilitas perumahaan untuk 100 kk, terletak di antara desa Huhudongan dan desa Nain. Sejak saat itu masyarakat desa Pinapuan hidup selayaknya masyarakat pada umumnya sampai pada akhirnya masyarakat desa Pinapuan bersengketa tanah dan lingkungan hidup dengan PT.ASTIMA.

Pinapuan Pra Tambang.
Dahulu desa Pinapuan dikenal sebagai salah satu desa pemasok komoditas lokal di dataran Kecamatan Pagimana. Ikatan kekeluargaan antara sesama masyarakat terasa sangat mesra dan begitu kental. Masyarakat Pinapuan juga dikenal sebagai kelompok masyarakat pengrajin karya seni yang terbuat dari rotan seperti pot gantung untuk hiasan ruangan rumah, kursi,keranjang dan perabot rumah lainnya.

Pekerjaan sebagai pengrajin rotan ini lebih banyak dikerjakan oleh perempuan-perempuan desa Pinapuan. Tercatat di tahun 2009 ada 60 ibu rumah tangga ber profesi sebagai pengrajin seni rotan. Selain itu juga masyarakat Pinapuan terutama laki-laki 80% nya berprofesi sebagai petani/berkebun. Tanaman perkebunan tersebut antara lain adalah Sagu,Kemiri,Kopi dan tanaman buah-buahan seperti Durian,Langsat dll.

Disela-sela bertani masyarakat juga memanfaatkan waktu kosong nya untuk mencari hasil hutan yang bisa melengkapi kebutuhan hidupnya sehari-hari seperti Gaharu,Damar, kayu Hutan dan Madu. Hasil Hutan seperti Gaharu,Damar,Kayu Hutan dan Madu, terakhir ditemukan oleh masyarakat Pinapuan pada tahun 2011 dan kemudian tidak pernah lagi ditemukan sampai saat ini.

Sejak masyarakat Pinapuan dipindahkan di wilayah perbukitan dakolu (wilayah yang saat ini ditempati) ditahun 1982 , tercatat sudah enam kali berganti kepala Desa. Demianus Tajimo, adalah Kepala Desa Pinapuan yang meminpin masyarakat Pinapuan sejak masyarakat Pinapuan masih menempati wilayah Labuka  yang terletak di antar desa Asaan dan desa Ampera yaitu pada tahun1981 sampai tahun 1987. Kemudian Nasrun Lagonah, yang menjabat sebagai PLT dari tahun 1987 sampai tahun 1988 menunggu proses pemilihan kepala desa berlangsung.

Saat Desa Pinapuan dilepaskan dari desa binaan Departemen Sosial dan menjadi desa definitif dibawah pemerintahaan Kecamatan Pagimana Kab.Banggai, Natanel Djapalu menjadi Kepala Desa Pinapuan dengan masa jabatan dari Tahun 1988 sampai tahun 1996. Haris Mahel, menjabat dari tahun 1996 sampai tahun 1997.

Kemudian Haris Mahel menjabat sebagai PLT, tahun 1997 sampai  2002, Andarias Manulut, menjabat sebagai kepala desa selanjutnya yang berhasil menjadikan desa Pinapuan sebagai desa Pemasok Rotan dan Sagu terbesar di dataran Kecamatan Pagimana. Namun kondisi ini tidak bertahan lama, setelah Andarias Manulut digantikan oleh Abdullah Ndawa, yang menjabat dari tahun 2002 sampai 2014. Dibawah kepemimpinan kepala desa  yang baru, lahan masyarakat Pinapuan dirampas PT. ASTIMA dan sumber air dicemari limbah tambang perusahaan tersebut. Bahkan situasi ini telah membuat masyarakat pinapuan berada dalam garis kemiskinan.

Awal mula malapetaka.
Tahun 2011 ahli geologi PT.ASTIMA/ASU melakukan Eksplorasi Tambang di daerah Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai dengan surat keputusan Izin Eksplorasi Pertambangan Nikel No.541.15/476/DISTAMBEN tertanggal 18 Maret 2011 seluas 3.540 Ha. Hasil dari Eksplorasi tersebut menyebutkan bahwa kandungan Nikel di dataran Pagimana layak dikelola.

wilson-jaka-225x300
Insert Foto : Wilson Djaka dengan sampel air tercemar dari desa Pinapuan

Sehingga di awal April 2011 Kapala Desa Pinapuan atas nama Abdulah Ndawa mengundang  semua masyarakat Pinapun hadir di balai Desa guna menghadiri sosialisasi dari Tim 9 tentang izin masuk Pertambangan Nikel PT.ASTIMA/ASU, dalam sosialisasi tersebut Tim 9 dan PT.Anugrah Sakti Utama yang diwakili Hence Wongkar menjanjikan akan menfasilitasi Infrastruktur Air Bersih di desa Pinapuan namun masyarakat Pinapuan manolak (tidak Menyepakati sosialisasi tersebut).  Tiba-tiba, 06 Maret 2012 terbitlah Surat Keputusan Bupati Banggai Nomor 541.15/100/DISTAMBEM, tentang persetujuan Revisi Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi pada tanggal 06 Maret 2012 kepada PT.ASTIMA/ASU dengan Luas Lahan 3.540 Ha, dari luas IUP tersebut 540 Ha terletak di Desa Pinapuan.

Sejak terbit surat keputusan Bupati tentang Izin eksplorasi tersebut PT.ASTIMA memulai sosialisasi di Kantor kecamatan Pagimana pada tanggal 30 april 2011 bertempat di balai desa. Pertemuan itu dihadiri oleh BPLH,Distamben,Komisi AMDAL dan Pimpinan PT.ASTIMA Utama Hence.W. Namum sosialisasi tersebut ditolak kembali oleh masyarakat Pinapuan dengan alasan bahwa sumber air bersih masyarakat Pinapuan terletak dilokasi lahan II (2) masyarakat desa Pinapuan yang akan dikelola oleh PT.Anugrah Sakti Utama dan di lokasi tersebut banyak terdapat perkebunan Warga desa Pinapuan antar lain kebun Sagu dan Coklat.

Kemudian sosialisasi kedua dilakukan  tanggal 11 september 2011 bertempat dikantor Camat Pagimana membahas harga ganti rugi lahan warga tetapi sosialisasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan karena pihak Masyarakat merasa dirugikan apabila lahan mereka hanya diganti rugi dalam bentuk Uang, masyarakat menginginkan agar  pihak PT.ASTIMA juga harus menyediakan sumber air bersih sebab sumber air bersih masyarakat Pinapuan dan Hohodongan akan hancur apabila penambangan dilakukan.

Pada tanggal 10 April 2012 tanpa sosialisasi dan pembebasan lahan, PT. ASTIMA langsung menyerobot lokasi lahan II (2) warga desa Pinapuan bahkan telah melakukan pengapalan pertama sehingga aksi penyorobotan tersebut menuai perlawan dari warga desa Pinapuan. Perlawanan warga yang dipimpin oleh Wilson Djaka dan kawan-kawan mendapatkan jawaban dari pihak PT.ASTIMA bahwa akan dilaksanakan sosialisasi kembali.

30 april 2011 sosialisasi kembali digelar. Dalam sosialisasi tersebut pihak PT.ASTIMA berjanji akan melakukan ganti rugi lahan, perlindungan air bersih serta melakukan  tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat lingkar tambang. Pada saat itu juga Humas PT.ASTIMA mengagendakan kembali musyawarah di balai desa Pinapuan mengenai  kesepakatan sosialisasi pada tanggal 28 oktober 2011 tentang penyelesaian sengketa lahan dan air bersih. Tetapi agenda yang telah disepakati saat sosialisasi tanggal 30 april 2015 tidak pernah lagi dilaksanakan sampai perusahaan melakukan penambangan.

06 maret 2012 PT.ASTIMA memulai penambangan resmi berdasarkan SK Bupati Banggai Nomor. 541.15/100/DISTAMBEN tentang Persetujuan Revisi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT.ASTIMA. Sejak saat itu lahan masyarakat Pinapuan dikuasai oleh PT.ASTIMA dan masyarakat Pinapuan tidak berdaya lagi. Tepat pada tanggal 05 april 2012 mata air Dakolu yang menjadi sumber air bersih masyarakat desa Pinapuan tertimbun oleh tumpukan hasil galian Nikel PT.ASTIMA yang kemudian menyebabkan mata air Dakolu tercemar dan air  bersih masyarakat Pinapuan menjadi warna merah. Bahkan jalur air bersih tersebut dijadikan tempat pembuangan oli bekas dan limbah sampah PT.ASTIMA.

Fakta pemcemaran air tersebut segera dilaporkan kepada pihak Pemerintah Daerah Kab.Banggai sehingga pada tanggal 22 Mei 2012 pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai melakukan pengembilan sampel di mata Air desa Pinapuan Kec.Pagimana (Bak Penampungan 1 ) kemudian pada tanggal 29 Mei 2012 pihak Dinas Kesehatan Kab.Banggai mempublikasikan hasil uji Laboratorium mereka yang menyatakan bahwa Air Bersih desa Pinapuan resmi tercemar kandungan zat kimia Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Hingga kini air bersih desa Pinapuan masih tercemar dan belum ada pananggulangan dari pihak PT.ASTIMA dan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai, masyarakat Pinapuan sudah cukup berusaha mengkritisi kondisi air bersih mereka, tercatat sudah lima kali melakukan demonstrasi ke pihak DPRD dan Pemerintah Kabupaten Banggai namun sampai hari ini juga belum ada jawaban yang memuaskan dari pihak DPRD dan Pemerintah Kab.Banggai. saat ini Masyarakat Desa Pinapuan harus membeli air bersih di desa lain atau pedagang air di Kecamatana Pagimana seharga 5.000/Liter untuk dikomsumsi setiap hari sebab sumber air di Desa Pinapuan  tidak ada sama sekali.

Masyarakat Pinapuan berharap agar masalah yang sedang mereka alami tidak dilihat dengan sebelah mata. “pemerintah segera bertindak untuk menangani problem rakyat di Desa Pinapuan, harus ada pemulihan baik terhadap sumber air  maupun Lingkungan di desa Pinapuan, Hak Kepemilikan tanah (LU2) diakui oleh Negara dan Perusahaan, serta pemberian  sanksi sesuai peraturan terhadap PT.ASTIMA dan ganti rugi yang layak  terhadap lahan masyarakat Pinapuan” ucap Wilson  Djaka. (Syamsul Bahri)

Lihat Juga

PERHUTANAN SOSIAL: Daulat Masyarakat atas Rimba

Menjelang konferensi tahunan terkait lahan dan kemiskinan pada 20-24 Maret 2017 sekaligus memperingati Hari Hutan ...

Kembalikan Hak Masyarakat

Masyarakat Adat Menagih Komitmen Presiden PALU, KOMPAS — Pengakuan negara secara hukum terhadap masyarakat adat ...

2 comments

  1. Apa kasusnya sudah direspon oleh sekretariat pengaduan KLHK ?

    • Terima Kasih Bung Jalu, kemarin tanggal 10/02/2016 kawan-kawan telah mencoba untuk menghubungi kembali sekretariat pengaduan KLHK terkait dengan aduan tersebut berikut dengan memberitahukan nota terima dari surat pengaduan, namun pihak kesekretariatan pengaduan KLHK meminta waktu kembali menghubungi kawan-kawan untuk mencari data aduan tersebut, namun hingga kini pihak kesekretariatan pengaduan KLHK belum lagi kembali menghubungi kawan-kawan disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *