Warga Podi Tidak Berani Memandikan Jenazah Karena Air Tercemar

Pemerintah Desa Podi menyampaikan kepada Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan bahwa warga Podi kini tidak berani memandikan jenazah kerabatnya dengan menggunakan air sungai Kave Kai. Hal ini dipicu oleh kejadian massal gatal-gatal yang menimpa 60 orang warga setempat sejak sepekan terakhir. Menurut pemerintah desa setempat dan warga yang mengalami gatal-gatal, mereka tidak menyangka akan mendapat musibah semacam ini.

Mereka kini bersepakat bahwa, bahkan jenazah sekalipun tidak layak lagi dimandikan dengan air yang bersumber dari Sungai Kave Kai. Sungai ini satu-satunya sumber air yang tersisa bagi warga Podi. Setelah limbah penggalian material biji besi dialirkan ke sungai oleh pihak Arthaindo Jaya Abadi, warna air menjadi cokelat dan kuning. Untuk minum dan mandi, warga terpaksa menyaring air itu hingga tidak terlalu keruh. Kemudian dikonsumsi untuk kebutuhan rumahtangga. Di sungai itu pula, mereka mencuci dan mandi.

Warga tidak pernah menyangka, bahwa setelah lebih dari setahun menggunakan air sungai yang tercemar, penyakit gatal-gatal kini melanda mereka. Bahkan, dua hari silam, salah satu keluarga enggan memandikan jenazah kerabatnya jika tetap menggunakan air Sungai Kave Kai. Mereka terpaksa membawa jenazah ke desa sebelah untuk dimandikan. Ini kejadian luar biasa dan benar- benar memilukan warga. Mereka benar-benar terguncang dengan peristiwa satu pekan terakhir.

Pemerintah desa setempat bersama Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan yang beranggotakan YMP, WALHI SULTENG, JATAM SULTENG dan sejumlah organisasi lainnya, akan membawa warga yang berjumlah 60 orang tersebut ke Puskesmas terdekat untuk diperiksa dan mendapat pertolongan medis. Sembari, mereka akan melaporkan kasus ini kepada Bupati Tojo Una-Una, DPRD Touna, Polda Sulteng dan Gubernur.

Dengan kejadian terbaru ini, seharusnya semua pihak seperti Bupati, DPRD Touna, Polda Sulteng dan Gubernur, tergugah hati nuraninya. Untuk berani memerintahkan perushaan berhenti dan mencabut izin perusahaan selamanya. Kekhawatiran soal dampak tambang di Podi kini benar-benar telah terbukti. Ini baru kejadian wabah penyakit yang dirasakan warga. Kita belum tahu kejadian apa lagi yang akan menimpa kampung dan warga setempat di kemudian hari. Setelah satu tahun lebih Arthaindo Jaya Abadi menggali dan menambang biji besi di wilayah bencana tersebut.

Haruskah pemerintah menunggu korban yang lebih besar dan kejadian yang lebih besar, agar mereka tergugah hatinya. Di mana hati nurani mereka saat ini, jika mengetahui kejadian ini, namun tidak tergerak untuk bertindak. Oleh karena itu, kami dari Yayasan Merah Putih (YMP) Palu, sebagai elemen yang tergabung di dalam Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan, mendesak langkah luar biasa, kongkrit dan tegas dari Bupati Tojo Una-Una untuk mencabut izin perusahaan, melaui SK Bupati Nomor 188.45/Distamben/2012, tertanggal 3 April 2012.

Kami juga mendesak hal yang sama kepada Gubernur Sulawesi Tengah untuk mencabut izin lingkungan yang telah diberikan kepada perusahaan, melalui SK Gubernur Nomor.6601/658/BLHD-G.ST/2012, tertanggal 21 Desember 2012. Selanjutnya, kami mendesak Kapolda Sulteng untuk memerintahkan Kasat Reskrimsus dan jajarannya, untuk segera menemukan dan menahan Direktur Arthaindo Jaya Abadi yang telah ditetapkan sebagai tersangka

Yayasan MeAZMIedit1rah Putih (YMP) Palu
Mewakili Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan

Azmi Sirajuddin
Koordinator
Divisi Hutan & Perubahan Iklim
Kontak: 0812 4503 8678
Email: azmiss@gmail.com

Lihat Juga

Silo 66 “Perubahan Kebijakan Dalam Pengelolaan Hutan”

Pembaca Silo Yang Terhormat, Perubahan kebijakan pengelolaan hutan merupakan impian masyarakat yang hidup didalam maupun ...

Hak Masyarakat Adat Diakui

Pemerintah Menyerahkan Pengelolaan Hutan Adat JAKARTA, KOMPAS – Di penghujung tahun 2016, pengelolaan hutan di ...