Kejahatan Lingkungan di Dua Kabupaten Diungkap

Lokakarya YMP Sulteng

Demi memperoleh keadilan yang semestinya sebagai warga negara,Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah (Sulteng), Selasa (22/8/2018) mengelar Lokakarya Hasil Testimoni Korban Kejahatan Lingkungan.

Lokakarya ini mengeksplorasi testimoni para korban dampak pertambangan bijih besi dan nikel di Kabupaten Tojo Una-Una dan Banggai, serta korban dampak perkebunan sawit di Kabupaten Banggai.

Ada beberapa kasus kejahatan lingkungan yang telah terjadi, namun korbannya tidak dapat dan atau tidak tahu mesti kemana mengadukan dampak yang mereka alami.

Untuk menghimpun fakta lapangan dari testimoni para korban di kedua kabupaten tersebut, digunakan metode Inkuiri Kejahatan Lingkungan.

Ada tiga perusahaan yang saat ini beroperasi di dua kabupaten tersebut. Ketiga perusahaan itu adalah pertambangan bijih besi dan nikel PT Arthaindo Jaya Abadi di Desa Podi, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una-Una dan PT Astima, di Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai. Selanjunya, perkebunan sawit PT Wira Mas Permai di Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai.

Dalam workshop tersebut, salah satu testimoni korban perkebunan sawit PT Wira Mas Permai di Kecamatan Bualemo, mengungkapkan, sejak perusahaan perkebunan sawit beroperasi tahun 2009 dan mengantongi surat izin lokasi Nomor 525.26/15/ Disbun/2009 seluas 17.500 hektar, telah melakukan sejumlah pelanggaran dilakukan, di antaranya penyerobotan lahan kelola warga yang dilakukan oleh pihak perusahaan. “Pihak perusahaan menggusur lahan masyarakat yang sudah bersertifikat seluas 956 hektar,” ungkap Burhan, warga Bualemo.

Menanggapi kasus tersebut, Subariyo perwakilan dari Polda Sulteng mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti jika ada laporan dari masyarakat terkait penyerobotan lahan.

Sementara dampak buruk perusahaan tambang PT. AJA adalah kerusakan lingkungan dan pencemaran air. Kerusakan tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan pasca tambang.

Pendamping Advokasi Yayasan Merah Putih Sulteng, Moh. Irsan mengatakan, seharusnya pihak perusahaan melakukan reklamasi pasca tambang. Hal sama dungkapkan Jimmy Walenta dari Kemenhumham yang menjelaskan, kasus pencemaran air yang berdampak pada kesehatan masyarakat, dapat dilaporkan ke komnas HAM dan jika ada pelanggaran HAM, maka dapat mengadu ke Kanwil Hukum dan HAM. “Kanwil akan memediasi dengan mengundang para pihak,” ujarnya.

Menyingkapi ketiga kasus yang terjadi di dua kabupaten tersebut, Reynaldo Sembiring dari Indonesian Center Enviromental Law (ICEL) Jakarta menyatakan, penting adanya komitmen dan inisiatif, baik dari masyarakat maupun pemerintah dalam penyelesaian masalah tersebut dan bukan hanya berhenti pada rekomendasi dan pembentukan tim.”Pemerintah seharusnya lebih responsif dan tepat dalam melakukan langkah- langkah stategis untuk penyelesaikan masalah tersebut,” ungkapnya, TIN

sumber : Mercusuar Edisi 23 Agustus 2017 hal 9

Lihat Juga

SK Menteri LHK Tentang Hutan Desa Balean, Kajulangko, dan Lampo

SK Menteri LHK Tentang Hutan Desa di Sulawesi Tengah [wptab name=’SK Menteri LHK Nomor : ...

PERHUTANAN SOSIAL: Daulat Masyarakat atas Rimba

Menjelang konferensi tahunan terkait lahan dan kemiskinan pada 20-24 Maret 2017 sekaligus memperingati Hari Hutan ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *