Menangani Korban Bencana, ada Prosedurnya

Bencana alam 28 September 2018 menjadikan masyarakat menyadari akan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi berbagai bencana. Bencana 28 September memberi pelajaran penting bahwa ‘keselamatan nyawa’ lebih utama dibanding materi. Intinya itu menyelamatkan diri kita terlebih dahulu sebelum menyelamatkan orang lain seperti yang di sampaikan oleh Indah A. Gafar (PMII) saat memberi materi pelatihan Pertolongan Pertama untuk anggota KMPB Salumbone 11 Januari 2020.

Begitupun pasca bencana yang utama harus ditangani adalah penanganan pertama pada korban bencana. Namun dalam penanganan korban keberhasilannya sangat bergantung dari tindakan tim yang menangani. Tentu saja untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan serangkaian pelatihan dasar penanganan korban bencana – Masalahnya melakukan pelatihan semacam itu bisa dibilang mahal.

Penanganan korban melalu peningkatan kapasitas warga khususnya Desa Salumbone sengaja kami programkan di ERCB agar masyarakat tau prosedur penganganan agar keduanya bisa selamat baik tim penyelamat mapun korban bencana ungkap Ray Mathias (ERCB). Kepala Desa Salumbone yang membuka acara ini berharap pada tim Kelompok Masyarakat Penanggulangan Becana (KMPB) Salumbone bisa memanfaatkan ilmunya khususnya pada korban bencana. Bencana tidak saja gempa korban bisa saja korban tenggelam, akibat ledakan kompor, tiba-tiba ada yang pingsan dan lainnya.

 Pelatihan ini difasilitasi oleh Palang Merah Indonesia (PMI) yakni 1. Dewi Triana; 2. Moh. Ikbal; 3. Nursyafa A. Yabu dan 4. Indah A. Gafar. Peserta yang terdiri dari 16 orang ini diberi pembekalan penanganan korban khususnya penanganan korban Cedera otot rangka (patah tulang), Cidera jaringan lunak (perawatan luka), 5. Kedaruratan Media ( syok, pingsan, Hipoglikani, Hiperglikemi, Hosteria, Hipotemi, Diabetes Militus) sekaligus mempraktekkannya

Lisna (peserta) pasca pelatihan sudah mengetahui syarat sebelum menolong korban. Menurut anggota KMPB ini bahwa sebelum menolong korban harus memastikan diri kita sehat dan mampu. Menggunakan sarung tangan atau kantong pelastik sebagai pelindung tangan karena cairan dari dalam tubuh manusia sangat tidak baik dan juga tidak mengetahui apakah korban memiliki penyalit menular. Jika korban masih hidup memeriksa dengan menanyakan apakah korban memiliki cidera disekitar tubuhnya kemudian memeriksanya, dan membantu memposisikan tubuh korban. Ia juga mengingatkan bahwa sebagai tim penyelamat etikanya yakni harus menjaga rahasia korban

Tidak hanya itu, salah satu peserta pelatihan, Akbar menimpali bahwa ia sudah mengerti cara perban luka, cara mengangkat korban. Menurut anggota KMPB ini bahwa Alat baik untuk mengangkat korban patah tulang dengan bahan keras seperti daun pintu. Sarung hanya boleh untuk pemindahan korban yang tidak mengalami patah dari tempat tidak aman ke tempat mengungsi atau medis. Murni/if

Lihat Juga

Penguatan Solidaritas melalui Mogombo

Tojo Una-Una, November 2024 – Masyarakat adat Tau Taa Wana terus memperkuat solidaritas mereka melalui ...

Tau Layo Siap Melindungi Wilayah Adat

Tojo Una-Una, Oktober 2024 – Pemuda adat Tau Taa Wana, yang dikenal sebagai Tau Layo, ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *