SILO 32 ” KABAR BUMI HARI INI”

Pembaca yang budiman,

BAGAIMANA sesungguhnya reaksi Anda,  ketika membaca berita tentang banjir dan longsor  yang secara bertubi-tubi melanda berbagai daerah di sulteng?,  yang tidak hanya menghancurkan  pemukiman warga dan sarana publik,  namun juga menelan korban jiwa.  Lalu, seperti apapula respon anda menyaksikan riuh gemuruh pemilu 2009 ini?. Kedua pertanyaan ini memang relevan,  sebab di bulan April 2009 ini kita memperingati hari Bumi tak lama setelah Pemilu di gelar.

 Indonesia, sebagai negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah,  dan juga memiliki potensi terjadinya  bencana yang tak kecil, seharusnya memiliki desain kebijakan lingkungan yang visioner dan dijalankan secara konsisten. Masalahnya, republik ini tampaknya tak memiliki desain politik lingkungan yang baik dan visioner.

Lalu, bagaimana komitmen politik pemerin-tah, parpol, legislatif dan pemegang kebijakan lainnya terhadap isu lingkungan hidup?.   Melihat catatan perjalanan bangsa ini, bisa disimpulkan isu  lingkungan hidup adalah isu mendasar yang terpinggirkan dalam simpang siur dan hiruk-pikuk isu politik. Lebih mudah lagi tengok saja saat pemilu, berapa banyak parpol atau caleg yang menawarkan program penyelamatan lingkungan? Jawabannya Hampir tak ada, kalau tidak ingin disebut tak ada.

Dalam Negara demokrasi, dimana partai politik memegang peran penting, parpol semestinya bisa menjadi institusi politik yang sanggup mengagregasi dan mengartikulasikan  isu dan kepentingan lingkungan hidup, namun kenyataannya partai politik dan politisi kita tampaknya lebih senang membicarakan isu-isu lain yang dipandang bisa mengundang simpati masyarakat,  ketimbang menawarkan konsep lingkungan hidup yang visioner dan operasional.

Bahkan parahnya lagi, produk kebijakan yang dihasilkan para elit politik kerap lebih mengutamakan kepentingan investasi, yang  mengorbankan lingkungan hidup dan kepetingan masyarakat setempat. Menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada para pemodal dan merenggut hak-hak masyarakat untuk menikmati tanah yang subur, air dan udara yang bersih, lingkungan yang indah, suasana yang nyaman dan aman,  karena kesemuanya sudah  menjadi milik pemodal besar. Kekuasaan  yang dimiliki para pemodal saat ini, bukan hanya mengancam kehidupan rakyat, tapi juga sekaligus menggerogoti kedaulatan negara.

Sekaranglah,  saat bagi rakyat, untuk menuntut elit politik  dan partai untuk membuktikan keberpihakan pembangunan terhadap lingkungan hidup.  Sekaligus menghukum mereka yang selama ini terlibat dalam kebijakan politik yang menghancurkan lingkungan dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada daya dukung pelayanan alam, Selamat membaca.

Wassalam

Redaksi

Lihat Juga

PLTA Bongka: Antara Listrik dan Air Mata di Tanah Adat*)

Oleh Amran Tambaru      Di tengah hutan yang rindang, di bawah naungan pepohonan yang ...

Pelatihan Advokasi Hukum Meningkatkan Kesadaran Kolektif Masyarakat Adat Tau Taa Wana

Tojo Una-Una, Desember 2024 – Pelatihan advokasi hukum yang dilaksanakan pada 11–12 Desember di Hotel ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *