Salam Hormat Buat Pembaca SILO .
LEBIH dari satu dekade isu pemanasan global selalu menjadi pembicaraan penting, tidak hanya dikalangan akademisi atau aktifis lingkungan hidup namun juga di tingkat pemimpin negara-negara, berbagai pertemuan pun telah digelar untuk menghasilkan kesepakatan global menyangkut upaya mengatasi pemanasan global. kini isu pemanasan global kian menghangat setelah dampaknya mulai terasa dimana-mana, termasuk di Indonesia.
Sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap ancaman dan dampak dari perubahan iklim. Letak geografis dan kondisi geologisnya menjadikan negeri ini semakin rawan terhadap berbagai bencana alam yang terkait dengan iklim. Menurut laporan IPCC, Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai ancaman dan dampak dari perubahan iklim.
Kenaikan permukaan air laut, meluasnya kekeringan dan banjir, menurunnya produksi pertanian, dan meningkatnya prevalensi berbagai penyakit yang terkait iklim merupakan beberapa dampak perubahan iklim yang sudah dan akan terjadi di Indonesia. Menurunnya produksi pangan akibat gagal panen yang disebabkan oleh banjir dan kekeringan juga diperkirakan akan semakin sering terjadi, beberapa daerah di bagian timur Indonesia seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur merupakan wilayah yang paling rawan terhadap ancaman ini.
Selama ini, dikenal ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Upaya Mitigasi dan Adaptasi perubahan iklim membutuhkan kerjasama yang kuat diantara sektor-sektor pembangunan. Kedua upaya tersebut membutuhkan sumber dana yang cukup besar (upaya ini akan terasa lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak bencana yang ditimbulkan).
Pada pertemuan COP-15 di Copenhagen, Denmark, 2009 lalu disepakati untuk melaksanakan program REDD sebagai upaya mengurangi kerusakan lingkungan global, karenanya dapat dipastikan ratusan triliun rupiah akan mengalir dari negara maju ke negara berkembang yang akan melaksanakan program REDD.
Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan inisiatif global yang bertujuan mengurangi tingkat emisi berbahaya di atmosfir bumi. Melalui UNFCC, sebuah kerangka kerja PBB untuk menurunkan emisi bumi, skema REDD muncul pada pertemuan (COP) ke-13 di Bali tahun 2007 silam.
Saat ini sekitar 30-an pilot project telah berjalan di Indonesia, hal ini bertujuan untuk menyiapkan Negara berkembang dalam menyongsong pelaksanaan REDD, akhir 2012 nanti. Beberapa hal yang telah dipersiapkan termasuk penyiapan instrument yang dibutuhkan diantaranya, mekanisme pelaksanaan, identifikasi pihak yang terlibat, penghitungan karbon hingga mekanisme pembayaran.
Salah satu dari sekian banyak pilot project tersebut adalah UN-REDD, sebuah program persiapan yang di danai oleh PBB. UN-REDD akan dilaksanakan salah satunya di pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi bagian tengah dan utara. Meski plot wilayah belum ditentukan secara pasti, namun wacana ini telah menghangat di tingkatan lokal.
Di tengah hiruk pikuk persiapan pelaksanaan REDD, sebuah pertanyaan besar muncul, yakni dimana posisi masyarakat, khususnya masyarakat adat yang hidup di dalam dan sekitar hutan dalam program ini?Lemahnya posisi masyarakat di sekitar hutan selama ini menjadi dasar kekhawatiran berbagai kalangan.
Posisi masyarakat di sekitar hutan menjadi penting sebab skema REDD mendorong Negara untuk menjaga dan “mengunci” hutan dari gangguan. Sebab konsep taman nasional saja selama ini telah menimbulkan masalah bagi masyarakat, makadipastikan REDD akan lebih ketat lagi, sebab kelestarian hutan menjadi asset utama dalam mekanisme pembayarannya
Silo edisi 39 memilih topik REDD sebagai fokus liputan utama, agar publik secara luas mengetahui benar segala sesuatu yang berkaitan dengan skema projek tersebut, khususnya masyarakat adat dan petani di sekitar hutan yang akan menjadi lokasi pilot projek. Yang selama ini menjadi pembaca utama majalah Silo, baik itu terkait peluang manfaat REDD maupun ancaman dan potensi kerugian dan resiko lainnya dari projek bernilai Triliunan rupiah bernama REDD.
Selamat membaca.*