Penyelenggaraan wilayah kelola rakyat senantiasa memperhatikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagai pendukung kehidupan, serta berdasarkan nilai dan kearifan setempat guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan dan berkelanjutan. Konsepsi wilayah kelola rakyat memandang ruang sebagai arena yang kompleks, sehingga memerlukan integrasi pengelolaan dari hulu sampai hilir.
Misalnya, daerah perdesaan agraris dengan tanaman padi sebagai komoditi, sangat tergantung terhadap ketersediaan pasokan air dari wilayah hulu yang lazimnya bersumber dari kawasan hutan. Deforestasi serta degradasi wilayah hulu berdampak signifikan terhadap menyusutnya pasokan air untuk pertanian di wilayah tengah. Jika air berkurang dalam mendukung areal pertanian, maka produksi padi akan menurun.
Berkurangnya produksi padi tahunan akan berdampak buruk bagi suplai pangan terutama beras ke wilayah hilir seperti pesisir, pulau-pulau kecil dan areal perkotaan. Berkenan dengan itu, diperlukan intervensi kebijakan dari pemerintah agar tata kelola di wilayah hulu mempertimbangkan daya dukung serta daya tampung lingkungan. Tidak menerbitkan izin kepada investasi yang merusak kawasan hutan seperti pertambangan perkebunan besar, serta konversi hutan untuk proyek infrastruktur.
Untuk itulah, salah satu pertimbangan pemerintah merivisi Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi adalah untuk mengakomodir wilayah kelola Masyarakat dalam tata ruang. Baik Wilayah kelola yang telah mendapatkan pengakuan (Hutan Adat) maupun wilayah kelola dalam skema kebijakan reforma agraria melalui Perhutanan Sosial dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang saat ini digenjot oleh pemerintah sebagai skema untuk mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan.
Pengintegrasian Wilayah Kelola Rakyat ke dalam RTRW merupakan langkah melindungi sumber-sumber kehidupan masyarakat dan bentuk pengakuan terhadap hak-hak tradisional. salain itu, pe-ngintegrasian tersebut akan mempercepat pengembangan dan peningkatan kesejahteraan ma-syarakat itu sendiri serta mengurangi benturan antara masyarakat dengan pemangku kepentingan lainnya dalam proses pembangunan.
Mengingat penyelenggaraan penataan ruang sebesar-besarnya dilakukan untuk kemakmuran masyarakat maka dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang harus melibatkan masyarakat sebagaimana mandat UU No. 26 Tahun 2007 serta PP No.68 Tahun 2010.
Redaksi…