TAHUN ini sangat penting bagi sektor kehutanan, karena Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan masyarakat sedunia menyepakatinya sebagai tahun kehutanan internasional. Ini menunjukan betapa bermaknanya hutan yang terdiri dari jutaan pepohonan yang beragam jenis dan spesies. Apalagi, umat manusia dan mahluk planet bumi ini sedang menghadapi ancaman perubahan iklim yang ekstrim, yang ditandai dengan terjadinya pemanasan global akibat efek gas rumah kaca.
Saat ini terdapat 6 milyar umat manusia yang sangat mengha-rapkan hutan mampu berfungsi sebagai penyerap emisi rumah kaca. Dengan cara memperbaiki hutan yang sudah rusak, mena-nam kembali di lahan kritis, serta mendorong perilaku yang lebih lestari dalam pengelolaan hutan.
Hutan khususnya hutan tropis, secara biologis merupakan eko-sistem terkaya di bumi dan ber-peran penting dalam hidrologi regional, penyimpanan karbon, dan iklim global. Dimana Indo-nesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa, menjadi rumah bagi 12% dari jumlah spesies binatang menyusui/mamalia di dunia, dan memiliki 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah tersebut.
Hutan Indonesia menjadi jantung bagi kehidupan mahluk hidup bumi di kawasan Asia, dan juga di dunia. pentingnya menjaga fungsi hutan bukan hanya untuk mengembalikan keseimbangan ekologi namun juga demi memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat.
Hal ini pula yang mendorong ratusan perwakilan negara di Asia dan sejumlah organisasi lingkungan hidup bertemu dalam Konferensi kehutanan Di Pulau Lombok yang mengambil tajuk “Tenurial, Tata Kelola dan Bisnis Kehutanan” menyorot Indonesia sebagai pemilik hutan tropis terbesar di Asia. Semua pihak yang hadir, termasuk aktivis dan pemerhati lingkungan di Indonesia bersepakat bahwa hutan tropis di Indonesia harus dipertahankan.
Peliknya masalah kehutanan di Indonesia memang sangat kompleks. Hal ini pula yang melahirkan banyak konsep dan skema dalam pengelolaan huta di Indonesia, termasuk diantaranya desentralisasi, sayangnya desentralisasi juga berarti memberikan akses seluas-luasnya bagi pemerintah lokal ke pe-ngelolaan hutan. Sehingga mun-cullah tren bagi-bagi hak izin pengelolaan hutan oleh peme-rintah daerah yang menjadi tak terkendali. Selain itu tabrakan antara pemerintah lokal, provinsi, dan pusat dalam membuat keputusan mengenai pengelolaan hutan kerap terjadi.
Di Sulawesi tengah sendiri tidak terbebas dari berbagai problem kehutanan yang jika dirunut, per-soalan kehutanan di Sulawesi Tengah juga menerima dampak langsung dari kebijakan pemerin-tah di level nasional. Dari pene-lusuran Yayasan Merah Putih bersama Pokja Pantau REDD Sulawesi Tengah di lima wilayah kabupaten di awal tahun ini, terdapat masalah pene-gakan hukum kehutanan yang dipandang sangat lemah implementasinya.
Momentum tahun kehutanan Internasional ini, mungkin bisa menjadi sedikit harapan untuk perbaik-an tata kelola hutan di Indonesia, ditengah carut marut dan kompleksitas masalah kehutanan di Indonesia. Semangat inipula yang membuat Silo edisi kali ini kembali memilih hutan sebagai fokus liputan utama, selain karena pentingnya kelestarian fungsi hutan juga karena makin besar dan kompleks- nya tantangan menata kelola sektor kehutanan di Indonesia.
Besar harapan kami semua pihak yang berkepentingan dengan sektor kehutanan dapat mengedepankan kepentingan pelestarian fungsi hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dalam mencari solusi atas pengelolaan hutan di Indoensia, akhir kata selamat membaca semoga bermanfaat bagi khalayak pembaca.n
Wassalam
Redaksi