Palu-Relawan Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah, mengatakan bahwa Kebocoran yang terjadi di Sulteng dapat dikatakan Terstruktur, Sistematis dan Masif. Pernyataan ini dikeluarkan setelah Devisi Riset dan Kampanye ROA melakukan pengamatan dikurun waktu Bulan Februari sampai dengan Agustus 2014, dan mendapatkan temuan “kebocoran” dari iuran yang wajib dibayar oleh pihak perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 Tentang Mineral dan Batu Bara, terkait dengan prosedur penetapan wilayah pertambangan melalui Kepmen ESDM no 4003/K/MEM//2013 Tentang Penetapan Wilayah Pertambangan di Pulau Sulawesi, dan Putusan MK no 32/PUUU-VIII/2010 tentang tahapan konsultasi pada masysarakat pada UU Minerba dan diperkuat juga dengan Pergub Sulteng No 37 Tahun 2012 Tentang FPIC, sehingga penetapan Wilayah Pertambangan di Sulawesi khususnya di Sulawesi Tengah harus melalui tahapan konsultasi dengan masyarakat. Setelah dari Penetapan wilayah Pertambangan didaerah muncul yang namanya Wilayah Usaha Pertambangan,(WIUP) yang sudah harus di konsultasikan dengan masyarakat yang wilayahnya ditetapkan menjadi wilayah pertambangan, kemudian di Lelang yang sesuai PP No 23 tahun 2010/ Tentang tata cara lelang WIUP dan Permen ESDM No 28 Tahun 2013 Tentang tata cara pelelangan harusnya di publikasi di media baik koran lokal maupun nasional. Setelah 5 hari kerja berdasarkan Pasal 29-30 PP 23 tahun 2010 Tentang pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batu bara, pemenang Lelang mengajukan kelengkapan persyaratan IUP sekurang-kuranya meliputi, : SK IUP. UKL/UPL Rencana Reklamasi, Surat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Izin Lingkungan, Dokument Lelang dan Dokumen Persetujuan dari Masyarakat. Namun dari 443 IUP Pertambangan yang ada disulteng di duga melompat prosedur perizinan tersebut ini didasarkan pada data koordinasi dan supervisi atas pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara di provinsi sulteng yang dipublikasi tanggal 02 februari 2014, tercatat dari 443 perizinan pertambangan khususnya IUP di Sulawesi Tengah, tidak membayar dana jaminan reklamasi pasca tambang yang di duga salah satunya adalah PT. Mutiara Alam Perkasa yang saat ini berkasus. Dari hasil kajian perizinan berdasarkan temuan baik data pokok dan data sekunder bahwa hampir semua pemegang IUP pertambangan di sulteng tidak membayar jaminan IUP berdasarkan PP No 9 Tahun 2012 Tentang Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak iuran tetap yang wajib dibayar oleh pemeagang IUP Pertambangan batubara & logam, sebesar 2$/ Rp.23.736/Ha/Tahun. Jika di uraikan berdasarkan aturan tersebut, saat ini luasan IUP tambang disulteng berjumlah 1.292.878,60 Ha x 2$/ Rp. 23.736 = 30.687.752.208 sementara data supervisi dirjen Minerba Tertanggal 20 Februari 2014 hasil evaluasi 2011-2013 jumlah Setoran Iuran Tetap IUP Pertambangan disulteng hanya Rp 2.358,058,933, artinya dari tahun 2011-2013 ada kebocoran Rp. 89.704.197.691/tahun. Di Duga para pemegang IUP Pertambangan dalam mengurusi izin melakukan gratifikasi kepada penyelenggara negara untuk mempermudah proses penerbitan izin hal ini di tandai dengan banyaknya izin yang di keluarkan oleh penyelenggara negara khususnya di sulteng, untuk itu kami merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan Review Perizinan disektor pertambangan. (sumber: Pers Release ROA, 19 Agustus 2014)