(Ampana,5/5/2015), Perusahaan tambang asal Balikpapan Kalimantan Timur PT.BCC, yang beraktivitas diwilayah Kecamatan Ulubongka dengan luas wilayah kerja sekitar 24.750 ha, mendapat protes dari warga Desa Takibangke yang merupakan salah satu desa dalam wilayah kerja perusahaan tersebut.
PT. BCC memulai aktivitas penambangan emas di Kecamatan Ulubongka dengan status izin eksplorasi dari tahun 2010 hingga tahun 2015. Akibat aktifitas perusahaan tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan berupa bencana banjir di Desa Takibangke.

Hasbulah Warga Takibangke, mendesak agar perusahaan PT BCC segera menghentikan aktivitas pertambangan mereka di daerah itu. Selain itu menurut Anding, mereka juga resah karena adanya isu relokasi warga yang akan dilakukan oleh pihak perusahaan.
Perwakilan PT BCC Widodo menjelaskan bila pihaknya telah memiliki izin dan telah melaksanakan kewajiban, menurutnya perusahaan telah membayar pajak kepada pemerintah daerah kabupaten Tojo Una-una sebesar 2,3 Milyar rupiah pertahunnya. Pembayaran itu dilakukan sejak tahun 2010 hingga sekarang.
Atas berbagai kasus dan dampak yang ditimbulkan oleh PT BCC maka pada tanggal 17 September 2015, aparat desa dan warga Desa Takibangke mengadukan permasalahan yang dihadapinya ke pihak DPRD Tojo Una-una.
Penolakan warga ini dikarenakan keprihatinan mereka atas kondisi yang mereka alami saat ini, Menurut Tun Suse anggota BPD Takibangke, masyarakat bergerak karena mereka tidak ingin perusahaan merampok kekayaan alam yang ada di desa mereka.
Merespon aksi warga tersebut Pihak DPRD Tojo Una-Una mengagendakan rapat dengar pendapat yang melibatkan Desa Takibangke, PT. BCC, serta instansi terkait seperti Dinas Kehutanan, Pertambangan, Lingkungan Hidup, dan Pelaksana tugas Bupati Kabupaten Tojo Una-Una.
Saat hearing hearing digelar di Gedung DPRD Tojo Una-Una pada 21 September 2015 silam, masyarakat Desa Takibangke menegaskan penolakan mereka terhadap aktivitas pertambangan PT BCC dengan alasan, aktifitas tambang telah menyebabkan kerusakan lingkungan berupa banjir, pencemaran air, kerusakan lahan, konversi hutan, serta mengancam budaya masyarakat setempat.
Dengar pendapat yang tidak dihadiri oleh pihak perwakilan PT. BCC tersebut membuat permasalahan menjadi tidak tuntas. Misalnya pemerintah daerah merasa tidak menerima dana sebesar Rp. 2,3 M dari perusahaan, akan tetapi yang diterima sekitar Rp. 1 M. Uang tersebut merupakan pembayaran landring dari perusahaan. Penerimaan tersebut juga telah di setor ke pemerintahan pusat.
Salah satu kesepakatan dari hearing tersebut bahwa masing-masing mengirim perwakilan yang nantinya akan meninjau lokasi pertambangan. Dan jika terbukti aktivitas membahayakan warga, pemerintah berjanji akan mencabut IUP dari PT. BCC. (Evan/Ipul)