Kearifan lokal masih terjaga di Komintas Adat Wana Posangke, Morowali Utara Sulawesi Tengah. Tradisi yang terus dijaga secara turun-temurun ini antara lain tata guna lahan adat, pola pembibitan tanaman serta pengobatan tradisional.
Komunitas adat Tau Taa Wana Posangke ( Orang Wana Posangke) adalah komunitas yang mendiami lembah dan bukit-bukit disepanjang aliran Sungai Salato di bagian selatan jazirah timur Sulawesi.
Sturktur kelembagaan adat orang Wana Posangke, berpusat pada peran Tau Tua Adat ( Pemangku Adat ), dalam dimensi penerapan givu ( hukum adat ). Lembaga lain adalah Tau Tua Lipu ( Pemerintahan daerah mukim/Lipu) yang berperan dalam menata lipu dan kehidupan sosial
secara ekologis, bentukan vegetasi di wilayah adat ini terdiri dari komposisi hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan yang mendominasi di titik-titik ketinggian. Struktur interior kawasannya ditandai oleh lanskap curam dan pegunungan (WWF 1980;Schweithelm et al.1992 dalam Alvard, 1999)
Hal ini mempengaruhi corak produksi orang Wana Posangke, dimana sistem perladangan rotasi merupakan bagian utama untuk mendukung kehidupan yang subsistens. Sedangkan pemungutan hasil hutan non-kayu seperti getah damar, rotan, madu, dan gaharu merupakan aktivitas tambahan untuk menambah pendapatan ekonomi keluarga.
Pola tata guna lahan yang selama ini dipraktekkan komunitas adalah membagi hutan adat dalam beberapa klasifikasi tertentu. Daerah Pangale misalnya. adalah hutan rimba yang belum diolah, untuk perlindungan mata air dan kesuburan tanah. Ada juga daerah pompalivu yakni area hutan tempat mencari ritan, damar, gaharu dan madu.
Daerah zonasi batas hutan adat lainnya adalah Kapali yakni beberapa bagian area hutan adat yang tidak boleh dimanfaatkan atau diolah. Khusus untuk penanaman padi dan tanaman jangka pendek, dibatasi dalam area perladangan hutan adat yang disebut Navu.
Orang Wana Posangke masih mempertahankan kearifan tradisional mereka yang diwariskan dan dijaga secara turun-temurun, diantaranya adalah model ketahanan pangan yang baik.Hasil riset Pitopang (2008) menunjukan bahwa orang Wana melakukan persilangan varietas padi secara alami dengan cara selalu mengganti varietas yang ditanam dengan bibit dari kampung lain.
Kearifan lokal lainnya, yang masih eksis dan terus dipraktekkam saat ini adalah pengetahuan pengobatan tradisional yang bahan-bahannya sebagian besar dari hutan. beberapa praktek pengobatan yang terkenal adalah menggunakan goraka untuk mengobati orang yang kena muntaber, andolia untuk sakit perutm tofu mioli untuk obat panas dalam dan kukul sebagai obat luka.
Pada 26 November 2012, Komunitas Adat Oranga Wana Posangke mendapatkan pengakuan entitas, melalui Peraturan Daerah ( Perda) Kabupaten Morowali Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana diserahkan oleh Bupati Morowali. Perda No. 13 Tahun 2012 ini sifatnya masih pengakuan eksistensi sebagai subyek hukum yakni orang Wana di Kabupaten Morowali Utara.
Melalui pengakuan entitas yang tertuang dalam Perda tersebut, Komunitas Adat Wana Posangke kini dalam upaya untuk medapatkan pengakuan wilayah adat. Hal ini karena, Perda No.13 Tahun 2012 belum melampirkan peta wilayah adat. Sesuai amanah pasal 6 dalam Perda tersebut, Pemerintah Daerah bersama sam dengan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana akan menetapkan batas-batas wilayah hukum adat. ( Sumber : Koran Tempo Edisi 2 Oktober 2014)