Palu- Instruksi presiden (Inpres) nomor 11 tahun 2011, tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan, dirasakan belum efektif mencegah perambahan hutan besar-besaran disulteng. Menurut kordinator kelompok kerja (Pokja) pantau REDD Sulawesi tengah, Azmi Zirajuddin, jelang setahun di terbitkannya inpres tersebut, yang pada intinya terkait dengan moratorium hutan diseluruh Indonesia ini, seharusnya dapat menghentikan sementara permohonan izin dari para investor yang membuka lahan di sulteng.
“namun apa yang selama ini terjadi, setiap hari penebangan untuk membuka lahan baru, terus terjadi. Dan seolah pemerintah tidak mengerem laju perambahan hutan ini” sesalnya.
Untuk sulteng, Pokja pantau REED menganggap, inpres nomor 11 tahun 2011, tentang moratorium selama dua tahun ini, telah gagal. Pihak Pokja juga telah melaporkan terkait hal ini ke kementrian kehutanan, melalui sejumlah buku yang telah diterbitkan Pokja Pemantau REED Sulteng.
Menurut kordinator kelompok kerja (Pokja) pantau REED Sulawesi tengah, Azmi Zirajuddin, jelang setahun di terbitkannya inpres tersebut, yang pada intinya terkait dengan moratorium hutan diseluruh Indonesia ini, seharusnya dapat menghentikan sementara permohonan izin dari para investor yang membuka lahan di sulteng.
“namun apa yang selama ini terjadi, setiap hari penebangan untuk membuka lahan baru, terus terjadi. Dan seolah pemerintah tidak mengerem laju perambahan hutan ini” sesalnya.
Untuk sulteng, Pokja pantau REED menganggap, inpres nomor 11 tahun 2011, tentang moratorium selama dua tahun ini, telah gagal. Pihak Pokja juga telah melaporkan terkait hal ini ke kementrian kehutanan, melalui sejumlah buku yang telah diterbitkan Pokja Pemantau REED Sulteng.
Menurut kordinator kelompok kerja (Pokja) pantau REED Sulawesi tengah, Azmi Zirajuddin, jelang setahun di terbitkannya inpres tersebut, yang pada intinya terkait dengan moratorium hutan diseluruh Indonesia ini, seharusnya dapat menghentikan sementara permohonan izin dari para investor yang membuka lahan di sulteng.
“namun apa yang selama ini terjadi, setiap hari penebangan untuk membuka lahan baru, terus terjadi. Dan seolah pemerintah tidak mengerem laju perambahan hutan ini” sesalnya.
Untuk sulteng, Pokja pantau REED menganggap, inpres nomor 11 tahun 2011, tentang moratorium selama dua tahun ini, telah gagal. Pihak Pokja juga telah melaporkan terkait hal ini ke kementrian kehutanan, melalui sejumlah buku yang telah diterbitkan Pokja Pemantau REED Sulteng.
Sementara itu, Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sulteng, Andika menyebutkan jika alih fungsi kawasan hutan terus berlangsung bersamaan dengan penerbitan izin pertambangan. “faktanya dilapangan, berbagai perusahaan tambang terus menggasak kawasan hutan baik sekunder maupun primer” sebut Andika.
JATAM Sulteng melansir, hingga tahun 2012, produksi izin pertambangan di sejumlah daerah, seperti Morowali dan Banggai tidak pernah berhenti. Dia mencontohkan, seperti morowali diperkirakan total keseluruhan perizinan sudah mencapai 300 Izun Usaha Pertambangan (IU). “ Artinya, secara administrasi ini sudah menunjukan bahwa agenda penundaan izin baru sesuai Inpres Nomor 11 Tahun 2011 di sana, telah dilanggar jelasnya.
Sumber: Radar Sulteng 8 Mei 2012