Raperda Pengelolaan Hutan Di Wilayah KPH

Palu, 22 Maret 2019. Perhatian pemerintah daerah terhadap hutan di Sulawesi Tengah sepertinya semakin menunjukan niat serius. Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya rancangan peraturan daerah (raperda) dan rancangan peraturan gubernur (rapergub) mengenai tata kelola hutan di wilayah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) tahun 2019. Rancangan regulasi ini diklaim mampu mengatasi berbagai persoalan dilapangan dan untuk pemberdayaan masyarakat akar rumput khususnya yang bersentuhan (akses) langsung terhadap hutan, tidak terkecuali masyarakat adat.

Bercermin dari kemajuan dan kegagalan tata kelola hutan didaerah-daerah lainnya di Indonesia, maka pemerintah Sulawesi Tengah juga turut berupaya membangun dan memperbaiki sistem tata kelola khususnya dari aspek regulasi ditingkat daerah, salah satunya mempersiapkan regulasi yang mengatur hal tata kelola hutan di wilayah KPH sebagaimana sedang dilakukan melalui kegiatan bertema “Konsultasi Publik Rancangan Perda Pengelolaan Hutan pada Wilayah KPH dan Rancangan Pergub Penjabarannya”.

Dok Foto: Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng, NAHARDI Ir MM

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sulteng, Nahardi mengatakan bahwa perubahan kebijakan terkait tata kelola hutan telah mendorong upaya pemerintah untuk mendukung akses masyarakat terhadap pemanfaatan hutan khususnya dikawasan KPH sehingga kebijakan yang mengatur hal itu perlu dibuat. Nahardi mengungkapkan bahwa “Akibat perubahan regulasi pengelolaan hutan berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 sehingga memerlukan penyesuaian berbagai regulasi-regulasi untuk menopang kegiatan-kegiatan dilapangan. Oleh karena itu sesuai amanat UU dan memang diharapkan untuk menyusun perda yang berkenaan dengan pengelolaan hutan” paparnya dalam sesi wawancara.

Nahardi menambahkan bahwa Sulawesi Tengah memiliki kawasan hutan kurang lebih 4.2 juta hektar dimana secara keseluruhan telah habis terbagi kedalam wilayah kelola yang disebut KPH. Wilayah KPH produksi hutan lindung inilah yang dikelola oleh 13 lembaga, sehingga pengelolaannya harus berpihak pada masyarakat serta diharapkan lahirnya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sebagai penerima manfaat pengelolaan hutan. Ia menuturkan: “Ini (regulasi) mengarah pada kerjasama yang diharapkan bahwa porsi masyarakat harus lebih dikedepankan sehingga masyarakat secara langsung terdorong rasa memiliki (hutan) menjadi tinggi karena menerima manfaat dari kegiatan kerjasama ini” tegasnya di sela kegiatan konsultasi publik raperda dan rapergub di wilayah KPH yang diadakan di Hotel Jazz Palu pada 21/03/2019.

Melihat latar dan inti dari rancangan kebijakan tersebut bahwa terdapat beberapa hal elementer lahirnya regulasi itu diantaranya; adanya pertimbangan terutama karena perubahan regulasi UU No. 23 tahun 2014, sebagai instrumen hukum dalam pemanfaatan hutan, sebagai bentuk kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, terciptanya pembagian hasil proporsional dan kemitraan, pendanaan, maupun untuk rehabilitasi hutan dan reklamasi. 

Melalui kegiatan tersebut Kadishut mengkalim bahwa penyusunan raperda atau repergub merupakan upaya pemerintah dalam mengambil peran terutama pemberdayaan masyarakat. Berbagai program-program cepat dilakukan guna merespon hal yang berkaitan dengan perhutanan sosial dimana masyarakat diberikan akses cepat untuk mengelola kawasan hutan dalam rangka membangun ekonominya. Sehingga harapannya bahwa setelah Perda dan Pergub ini disahkan maka resistensi-resistensi di tingkat lokal sudah tidak ada.

Dok Foto: (Nutfa/Silo) Manager Advokasi YMP Sulteng. Kiki Rizki Membelakangi kamera, Memberikan Masukan Kepada KPH Dalam Acara konsultasi Publik Raperda dan Rapergub KPH

Menyimak draft tersebut Manager YMP Sulteng Ampana, Badri Djawara memberi apresiasi, namun menurutnya pada draft tersebut sebaiknya ada kejelasan subjek hukum komunitas adat. Kiki yang ikut pada acara tersebut  memberi masukan akan perlunya penegasan inisiatif masyarakat adat yang mengusulkan hutan adat di wilayahnya. Selain itu menurut manager Advokasi YMP Sulteng ini, bahwa secara kelembagaan akan memberi masukan tertulis ke para pihak  terkait Ranperda ini untuk kemaslahatan komunitas yang hidup di dalam dan sekitar hutan. Nutfa

Lihat Juga

Integrasi Perubahan Iklim, Hak Kesehatan dan Kekerasan Berbasis Gender untuk keadilan sosial

     Donggala, 16 Januari 2025. Lokakarya Pendahuluan Integrasi Perubahan Iklim, Hak Kesehatan Seksual dan ...

PLTA Bongka: Antara Listrik dan Air Mata di Tanah Adat*)

Oleh Amran Tambaru      Di tengah hutan yang rindang, di bawah naungan pepohonan yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *