Sigi, 21 Maret 2019. Pasca bencana gempa bumi melanda Palu, Parigi Moutong, Sigi dan Donggala (Papasigala), upaya-upaya pembenahan mulai dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah seperti perbaikan infrastruktur, pemberian layanan birokrasi, hingga pelayanan terhadap masyarakat korban bencana. Namun disamping agenda besar itu, hal lain yang saat ini banyak menjadi sorotan dan perhatian berbagai kalangan sosial yaitu kebutuhan pengetahuan masyarakat mengenai mitigasi bencana.
Pengetahuan mitigasi mulai menjadi kebutuhan serius, masyarakat mulai menyadari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh bencana. Memang suatu keharusan bahwa berbagai kemungkinan resiko yang dialami disaat bencana ada hubungannya dengan pengetahuan masyarakat mengenai mitigasi bencana. Peningkatan kapasitas pengetahuan mitigasi bencana baik itu pengetahuan yang bersumber dari kearifan lokal maupun dari pengetahuan umum dianggap telah menjadi kebutuhan mendesak.
Amran Tambaru menuturkan, pasca bencana Papasigala kebutuhan mengenai pengetahuan mitigasi bencana sangat urgen bagi masyarakat guna mengurangi resiko bencana, khususnya masyarakat di Desa Rogo. Amran menambahkan bahwa saat terjadi gempa bumi beberapa tempat di Desa Rogo mengalami fenomena penurunan permukaan tanah (down lift), diantaranya kondisi jalan raya yang mengalami penurunan antara 1-3 meter. Selian itu karena Desa Rogo masuk dalam jalur sesar Palu-Koro maka tidak mengherankan jika fasilitas umum banyak mengalami kerusakan berat, tidak terkecuali dengan rumah-rumah warga yang kurang lebih sebanyak 400 unit turut mengalami kerusakan berat, ungkapnya pada Jurnalis Silo.
Untuk mewujudkan harapan masyarakat setempat (Desa Rogo), terdapat tiga aspek fundamental yang wajib dipersiapkan oleh Pemdes dan warga guna membangun pengetahuan mitigasi bencana, yaitu: Pertama, Assesment terkait kebutuhan data spasial lokasi rawan bencana, kependudukan, jalur evakuasi dan lainnya; Kedua, perlu ada fasilitas terkait hak keperdataan, yaitu kepastian keperdataan lahan masyarakat yang masuk dalam kategori jalur merah atau zona rawan bahaya (ZRB); dan Ketiga, penataan lingkungan khususnya areal pemukiman, hutan dan sarana sosial lainnya ungkap Amran, ketika menyampaikan materi Mitigasi Bencana Berbasis Lokal di Desa Rogo Kecamatan Dolo Selatan yang dihadiri selain Forum warga Desa Rogo juga Perwakilan masyarakat Dese Baluase kecamatan Dolo Selatan; Perwakilan masyarakat Desa Ramba Kecamatan Dolo Selatan; Perwakilan masyarakat Desa Pulu Kecamatan Dolo Selatan dan Perwakilan Masyarakat Desa Poi
Disamping itu menurut Amran yang kini menjabat Direktur YMP Sulteng, bahwa aspek penting lainnya yang harus diperhatikan adalah konstruksi pengetahuan lokal mengenai tata guna lahan. Masyarakat Desa Rogo yang mayoritas Suku Kaili Ado, khususnya bermukim didataran tinggi merupakan masyarakat sahaja dimana corak hidupnya masih memegang pengetahuan-pengetahuan lokal baik terkait tata guna lahan maupun perspektif/pengetahuan lokal terkait bencana alam. Sub etnik Ado ini masih mengenal pemanfaatan pangale (hutan), pangale mbose (hutan rimba), dan katuvua (hutan larangan) sesuai peruntukannya. Pengetahuan ini sebaiknya terinternalisasi dengan baik ke keseluruh warga, ungkapnya dalam kegiatan pertemuan yang difasilitasi oleh Walhi Sulteng dan Sulteng Bergerak di Desa Rogo Kecamatan Dolo Selatan pada 19 Maret 2019. Nutfa