Sepakat Petakan Wilayah Adat

Tokoh-tokoh masyarakat adat Tau Taa Wana di Wilayah Posangke, selama 2 hari melakukan musyawarah adat (mogombo bae) pada 12-13 September 2014 silam, rembuk adat ini dilaksanakan di Samurea, Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah.Tau Taa Wana Posangke (Orang Wana Posangke) adalah Komunitas Tau Taa Wana yang berada di bagian selatan Jazirah Timur Sulawesi yang mendiami lembah dan bukit-bukit di sepanjang aliran Sungai Salato di bagian timur laut Cagar Alam Morowali, tepatnya di aliran Sungai Morowali yang tersebar dalam beberapa kelompok mukim atau lipu.

Lipu merupakan satuan mukim Orang Taa Wana seperti halnya desa atau dusun, namun bagi Orang Taa Wana lipu sekaligus sebagai wilayah kedaulatan, sebagai ruang/ tempat membangun kehidupan, wilayah sumber ekonomi, serta penegakan eksistensi dan martabat kehidupan mereka.

Puluhan tokoh masyarakat dan pemimpin adat dari berbagai lipu (kampung) di wilayah Posangke hadir dalam pertemuan tersebut. Tercatat masyarakat dari 8 lipu yakni Salisarao, Viyautiro, Pu’umbatu, Sumbol, Posangke/Ratobae, Sangkiyoe, Sama, dan Karuru ikut hadir dalam musyawarah tersebut guna membahas berbagai permasalahan yang tengah mereka hadapi.

Menurut Indo Laku tokoh masyarakat dari Viyautiro, tema-tema pokok yang dibahas dalam mogombo bae kali ini mencakup keberadaan dan hak-hak masyarakat adat Tau Taa Wana, pengakuan hutan adat, Perda pengakuan Tau Taa Wana, serta ancaman terhadap wilayah adat mereka dari investasi perkebunan sawit dan tambang.

Pertemuan selama dua hari tersebut diwarnai dengan semangat dan antusiasme dari seluruh peserta. Beberapa tema pembahasan dibicarakan dengan serius, dianalisis peluang serta ancamannya, lalu dibuat perencanaan aksi ke depan untuk mengatasi hal-hal yang mengancam kehidupan mereka. Sebagai solusinya adalah melakukan pemetaan partisipatif atas Wilayah Adat Posangke sebagai prioritas.

Hal ini didasarkan pada pentingnya untuk memiliki peta wilayah adat, sebab selama ini wilayah adat mereka belum terdokumentasikan, masih berupa “peta mental” yang ada dalam pengetahuan lokal mereka. Saat ini peta dirasakan sangat penting artinya sebab dapat digunakan sebagai alat advokasi untuk memagari wilayahnya dari ancaman pihak luar serta investasi yang saat ini mengincar ruang dan wilayah hidup mereka, serta untuk kepentingan pengelolaan dan perencanaan tata guna lahan mereka.

Lewat peta, masyarakat bisa menunjukan dan membuktikan wilayah adat pemiliknya. Jadi sangat penting bagi masyarakat membuat peta wilayah adat, sehingga semua proses pembuatan perijinan yang dilakukan pemerintah harus memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Selain itu dengan adanya peta wilayah adat maka pemerintah dan investor tidak lagi melihat wilayah tersebut sebagai ruang hampa.

Memiliki peta wilayah juga menjadi syarat mutlak dalam memperjuangkan pengakuan hutan adat yang tengah diperjuangkan Orang Taa Wana Posangke, sebab setiap proses pengukuhan kawasan hutan adat harus diawali dengan penunjukan, penetapan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan. Semua proses ini harus dilakukan dalam rangka mendapatkan pengakuan kawasan kelola masyarakat adat dengan skema hutan adat.

Metode pemetaan partisipatif sengaja dipilih sebab metode ini paling mengakomodir pengetahuan keruangan masyarakat adat, karena masyarakat adat yang tinggal dan hidup di tempat itulah yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai wilayahnya. Jadi, hanya mereka yang dapat membuat peta secara lengkap dan akurat mengenai sejarah, tata guna lahan, pandangan hidup, dan harapan masa depannya .

Murni dari Yayasan Merah Putih yang sedang mendampingi Tau Taa Wana untuk memperjuangkan wilayah adatnya menyampaikan bahwa upaya pemetaan partisipatif ini dilakukan juga karena merupakan mandat Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana.

“Dalam Perda Kabupaten Morowali yang mengakui keberadaan dan wilayah Tau Taa Wana mengamanatkan pemetaan batas-batas wilayah dilakukan bersama-sama oleh permerintah dan masyarakat adat Tau Taa Wana, pertemuan ini juga dimaksudkan sebagai tahap persiapan melakukan pemetaan bersama nantinya” ungkap Murni.

Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa kesepakatan awal sebelum melakukan pemetaan partisipatif yakni menyangkut batas-batas wilayah adat Posangke termasuk Lipu yang termasuk di dalamnya serta pembahasan konsep hutan adat Wana Posangke sebagait konsep hutan adat yang disepakati untuk diusulkan. (edi)

Lihat Juga

Peta Jalan Hutan Adat Disusun

PALU, MERCUSUAR – Sejumlah organisasi masyarakat sipil, komunitas adat bersama pemerintah daerah, serta unit pelaksana ...

Menggali Solusi dalam menjawab tantangan Pendidikan khusus dan layanan khusus bagi komunitas adat di Sulawesi Tengah

Yayasan Merah Putih selaku anggota Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JAPKA) menggelar kegiatan lokakarya sehari bertema; ...