SILO 28 “KEMERDEKAAN TO BAJO DI JAYABAKTI”

TIGA Angka di atas, bukanlah angka Partai Politik yang akan bertarung di Pemilu 2009, tak berhubungan pula dengan angka kupon putih yang meracuni produktifitas sebagian masyarakat.

Ketiga angka tersebut adalah tonggak-tonggak sejarah perubahan bangsa Indonesia, selang waktu 2008. 100 tahun lalu, sebagaiman diulas secara khusus Majalah Tempo dalam Edisi ….., demikian pun Koran Harian Kompas, yang menapilkan seri 100 tahun Kebangkitan Nasional di halaman depannya menunjukkan satu abad perjuangan di era kemerdekaan, revolusi 45, Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi.

Banyak catatan manis tentang kepahlawan the Funding Fathers kita (baca-Indonesia) tetapi itu tak cukup bagi rakyat yang terjepit dalam himpitan ekonomi. Kalau SBY – JK merayakannya dengan menaikkan harga BBM maka rakyat memperingati-nya dengan jeritan di jalanan.

63 tahun sudah Indonesi Merdeka, Soekarno dalam pidato terakhirnya sebagai Presiden RI mengatkan dengan lantang —”Jangan sekali-skali melupakan sejarah (Jasmerah)”— maka rakyat sekarang mengingatkan “Jangan Melupakan Rakyat”. Peringatan itu sungguh sangat membahayakan posisi penguasa, apalagi dalam sistem pemilihan Presiden secara langsung. Dalam masa kemerdekaan, tedapat dua periode dimana rakyat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang lazim disebut Sembako (Sembilan Bahan Pokok) dan menjadi penyebab jatuhnya sang Presiden, yaitu era kejatuhan Orde Lama, dan Orde Baru. Sekarang, di tengah peringatan HUT- RI ke 63, atau 10 tahun Reformasi periode krisis itu sudah diambang mata.

Di Sulawesi Tengah, fakta runtuhnya kedaulatan rakyat atas sumber-sumber agraria tergambarkan dalam uraian tentang situasi Masyarakat Adat di Era Kemerdekaan dan pembeberan yang di ungkapkan secara khusus di rubrik Pekarangan. Bersama Gufi, Ridwan DJ menuliskan tentang situasi bencana alam di Kabupaten Banggai yang kian mengancam, namun Bupatinya justru membuka ruang investasi pemodal yang menjadi penyebab utama tidak stabilnya alam dalam menyanggah kehidupan warga Banggai.

Dengan kondisi ini, apakah proses pergantian kepemimpinan harus berlangsung dalam situasi kisruh atau secara demokratis, rakyat memilih pemimpin baru sebagai alternatif?, tentu kita tidak menggantungkan kesejahteraan rakyat di tangan seorang Presiden tetapi dengan pemimpin yang tepat, diharapkan, dapat menuntun rakyatnya untuk bersikap atas kuasa pengelolaan sumber-sumber agraria yang sudah terampas. Semoga kita tercerahkan.

Dirgahayu RI yang ke 63, Mari peringati Satu Abad Kebangkitan Nasional dan 10 Tahun Reformasi untuk merdeka secara hakiki.***

Lihat Juga

Wana Lestari untuk LPHD Lampo

     Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...

Mogombo, Menata Kehidupan Sosial

     Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *