Salam Hormat Buat Pembaca SILO.
DILEMATIS! Itulah ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi pertambangan rakyat, di satu sisi tambang rakyat telah memberikan lapangan kerja dan sandaran hidup bagi ribuan warga yang bekerja di areal pertambangan tapi di sisi lain aktifitas tambang rakyat yang sulit dikontrol telah mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang sangat serius.
Bicara pertambangan rakyat, Sulawesi Tengah bisa menjadi salah satu referensi. Di bumi Tadulako ini kegiatan pertambangan rakyat terjadi hampir di setiap pelosok wilayah. Selain Poboya di Kota Palu, aktifitas penambangan emas juga mulai menyebar ke berbagai wilayah lainnya, di antaranya Kabupa-ten Sigi, Donggala, Parigi Moutong , Tojo Una-una dan Kabupaten Banggai. Layaknya virus, euforia penambangan emas dengan mengunakan tromol dan tong di Poboya telah menyebar ke wilayah lainnya.
Kegiatan tambang itu sangat menggurita sehingga sulit untuk diurai kembali. Masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong datang untuk melakukan kegiatan penambangan. Sebagian besar mereka berasal dari Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, sebagian lainnya dari wilayah Sulteng. Semakin hari jumlah mereka semakin besar, penambangan dilakukan di mana saja sesuka mereka. Masyarakat lokal yang dulunya bertani pun ikut berpindah menjadi penambang emas. Lambannya antisipasi Pemda di awal-awal aktifitas penambangan menjadikan permasalahan tambang rakyat kian tak terbendung.
Tromol dan tong adalah peralatan yang digunakan untuk memisahkan butiran emas dari pasir, tanah, dan bebatuan. Dalam pengorperiannya tromol menggunakan bahan merkuri, sementara tong menggunakan sianida. Kedua jenis bahan kimia inilah yang menjadi penyebab utama rusak dan tercemarnya lingkungan di sekitar areal pertambangan.
Baru-baru ini, warga Kota Palu tersentak dengan pemberitaan beberapa media lokal dan nasional tentang tercemarnya sumber-sumber air di Poboya oleh mercury dan sianida berdasarkan hasil uji sampel yang dilakukan oleh instansi lingkungan hidup. Kabar ini layak menjadi perhatian semua pihak. Selain dilakukan oleh institusi yang berkompeten juga melihat kenyataan di lapangan di mana aktifitas penggunaan kedua bahan kimia berbahaya tersebut yang sangat masif dan tidak terkontrol. Sisa-sisa penggunaan bahan kimia tersebut terlihat hanya dibuang dan dibiarkan begitu saja, belum lagi lubang-lubang bekas galian yang sudah ditinggalkan.
Pengamatan SILO di berbagai wilayah pertambangan rakyat menunjukan lingkungan dalam kondisi rusak parah setelah dieksplorasi secara massal selama dua tahun terakhir. Di Poboya kondisi alam semakin memprihatinkan, padahal Poboya adalah wilayah resapan air yang menjadi sumber pasokan utama air yang digunakan oleh PDAM kota palu, dan dikonsumsi ribuan warga Palu. Bukan tak mungkin hal ini juga terjadi di wilayah lainnya, mengingat aktifitas penambangan emas dengan tromol membutuhkan ketersediaan air yang besar sehingga kerap dilakukan di sekitar bantaran sungai.
Di Poboya, meskipun telah dikeluarkan Peraturan Wali Kota Nomor 6 Tahun 2010 tentang pertambangan, Pebruari lalu, penggunaan bahan kimia mercury dan sianida justru makin marak. Aturan tentang tidak dibolehkannya aktivitas di sekitar permukiman dan bantaran sungai, termasuk penggunaan sianida, tidak diindahkan.
Hal lain yang menambah runyam dan sulitnya pengaturan tambang adalah turut bermainnya oknum aparat negara dalam penguasaan dan pemilikan tromol dan tong. Ditambah kuatnya kerja sindikat di areal penambangan emas, mulai dari sindikat pemilikian tromol, sindikat pedagang emas hingga pedagang bahan kimia.
Hal inilah yang mendorong Silo melakukan liputan utama seputar tambang rakyat beserta segala problematika yang melingkupinya. Semoga informasi fokus edisi ini bisa menggugah kesadar-an dan kepedulian kita semua, khususnya pihak pemerintah selaku pengambil kebijakan untuk segera mengkaji tambang rakyat, dan mengambil upaya tegas guna menyelamatkan kondisi lingkungan dan masyarakat yang lebih luas.
Seperti biasanya, pada edisi ini SILO juga menghadirkan berbagai informasi lainnya terkait dengan kondisi lingkungan hidup dan komunitas akar rumput. Selamat membaca.*