Pembaca Silo yang Bijak,
SELAMAT bertemu kembali di Edisi 42, meskipun sedikit terlambat sampai ke tangan pembaca, namun kami yakin hal tersebut tidak mengurangi hasrat untuk membaca berbagai informasi dari media kesayangan kita ini. Karenanya kami mohon permakluman pembaca sekalian atas keterlambatan edisi silo kali ini.
Setelah pada edisi 41 sebelumnya Silo mengulas secara mendalam tema Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation atau disingkat REDD, yakni kesepakatan global sebagai pencegahan perubahan fungsi kawasan hutan dan penurunan kualitas hutan, untuk mengurangi dampak pemanasan global yang diakibatkan rusaknya lingkungan hidup di bumi, Maka pada edisi kali ini kami memilih Tema yang masih terkait dengan tema edisi sebelumnya yakni Moratorium Penebangan Hutan alias jeda menebang hutan.
Kedua tema ini sangat terkait erat, bahkan banyak pihak menduga kebijakan jeda tebang hutan ini sekedar kebijakan untuk menarik minat Negara-negara maju untuk mendonasikan dana penyelamatan lingkungan kepada Indonesia, artinya kebijakan untuk menghentikan penebangan hutan ini tidak berlandaskan pada kepentingan menjaga dan mnyelamatkan lingkungan hutan, sebab meski ada moratorium disana sini masih juga terjadi pemberian ijin penebangan hutan dan alih fungsi hutan.
Kebijakan ini dibuat setelah peresmian kerjasama Pemerintah Indonesia dan Norwegia dalam program Reducing Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD) setahun yang lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sepertinya ingin terlihat serius memenuhi komitmen penurunan emisi sebesar 41 persen.
Hal ini dibuktikkannya dengan penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 2011 tentang penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan hutan gambut. Inpres ini sempat tertunda selama lima bulan. Sebelumnya penerbitan Inpres mengenai jeda balak ini dijadwalkan Januari, kemudian akhirnya baru terlaksana tanggal 25 Mei 2011.
Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Ijin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut telah berlaku sejak 20 Mei 2011.
Sebenarnya moratorium penebangan hutan bukan wacana baru di Indonesia. Sudah lama topik ini menjadi usulan para aktivis dan organisasi lingkungan. Salah satunya adalah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang telah mengusulkan moratorium pembalakan hutan sejak tahun 2002.
Namun tantangan terbesar kebijakan moratorium (jeda tebang hutan) abada pada sikap ambiguitas pemerintah Indonesia. Pasca penandatanganan nota kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Norwegia 2009 silam, belum ada tanda-tanda kema-juan di lapangan.
Contohnya, hingga saat ini, banyak wilayah kabu-paten dan kota belum menerapkan isi kesepakatan tersebut. Bahkan, hingga setelah dikeluarkannya Inpres nomor 10/2011, masih banyak praktek siluman dalam pemanfaatan hutan.
Hal inilah yang mendasari Redaksi Silo memilih topic “moratorium penebangan hutan” sebagai fokus liputan edisi kali ini, dengan pengharapan bisa memberikan tambahan informasi dan perspektif bagi pembaca sekalian khususnya masyarakat yang selama ini bermukin disekitar hutan dan bergantung pada sumberdaya yang terdapat di dalamnya.
Selain itu pembaca sekalian masih bisa memperoleh tambahan informasi lainnya dalam rubrik lainnya, akhirnya kami ucapkan selamat membaca, semoga menambah khasanah pengetahuan kita.
Wassalam
Redaksi