( Donggala, 7 Agustus 2015), Warga RT II Salubalimbi Desa Lampo membangun tempat pertemuan atau yang dalam bahasa setempat mereka sebut Bantaya secara swadaya. Warga menggunakan lokasi yang berada di sekitar mushola yang oleh pemiliknya dipinjamkan untuk pembangunan bantaya, proses pengerjaannya pun dilakukan secara bergotong royong.
Desa Lampo merupakan salah satu dari delapan desa yang ada di Kecamatan Banawa Tengah Kabupaten Donggala. Berdasarkan pemetaan partisipatif yang dilakukan masyarakat dan Pemerintah Desa Lampo menunjukan desa yang didiami oleh masyarakat etnis Kaili Unde ini memiliki luas mencapai 852 hektar, sejumlah 376 hektar diantaranya berada dalam kawasan hutan lindung yang memiliki fungsi lingkungan yang sangat besar bagi warga Lampo dan desa-desa lain disekitarnya.
RT II, Salubalimbi adalah permukiman yang terdekat dan berbatasan langsung dengan kawasan hutan tersebut, masyarakatnya memiliki interaksi dan ketergantungan yang sangat tinggi dari lingkungan dan kawasan hutan tersebut. Kawasan hutan yang terjaga selain menjadi sumber air bersih maupun irigasi bagi warga setempat, juga telah menjaga tata iklim dan kesuburan tanah, karenanya tanaman-tanaman perkebunan mereka seperti kakao, cengkeh, pala dan buah-buahan tumbuh sumbur dan produktif sepanjang tahun.
Tujuan pembuatan bantaya ini untuk mempermudah kegiatan pertemuan-pertemuan warga yang dilaksanakan di Salubalimbi, bantaya dalam masyarakat Unde diperuntukan sebagai tempat atau fasilitas pertemuan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan adat, dalam perkembangannya kemudian bantaya juga digunakan untuk pertemuan yang membahas masalah-masalah kemasyarakatan lainnya.
Menurut Cepi warga setempat mengatakan, munculnya ide pembangunan bantaya ini berawal dari kegiatan pertemuan-pertemuan hutan desa yang dilaksanakan di Salubalimbi, karena belum adanya tempat khusus untuk menyelenggarakan pertemuan, maka selama ini pertemuan atau rapat-rapat yang berhubungan dengan hutan desa dilaksanakan di rumah warga atau di fasilitas Poskesdes milik desa. Hal inilah yang kemudian memotivasi warga setempat untuk membangun sarana pertemuan berupa bantaya.
Desa Lampo saat ini memang tengah memperjuangkan pengakuan hutan desa sebagai desa yang memiliki kawasan hutan dengan potensi alam yang melimpah, dimana kawasan hutan tersebut selama ini telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat sekitarnya, selain sebagai sumber utama air bersih dan irigasi juga dimanfaatkan hasil hutan bukan kayunya.
Menurut Sekretaris Lembaga Pengelola Hutan Desa Lampo, Ardin, pembangunan bantaya ini murni menggunakan dana sukarela masyarakat Salubalimbi “ Ini bukan proyek, kita membangun bantaya ini sesuai dana yang ada, makanya prosesnya sedikit lama,”ucapnya.
Setelah dikerjakan beberapa bulan lamanya, maka di tanggal 27 April 2015, warga kembali bergotong royong untuk merampungkan pembangunan bantaya tersebut, dengan penuh antusias warga menyelesaikan bantaya yang dibangun dengan mengunakan sebagian besar bahan-bahan alam yang tersedia, atap mengunakan bahan rumbia dari daun sagu, lantai dan dinding dari bilah bambu yang bersumber dari hutan dan kebun warga.
Masyarakat Salubalimbi sangat bersyukur dengan adanya fasilitas pertemuan ini yang nantinya dapat digunakan untuk seluruh kegiatan-kegiatan kemasyarakatan khususnya oleh lembaga pengelola hutan desa yang telah menjadi pengerak dalam pembangunan bantaya ini. (edy & Iza)