Karpet usang itu menjadi satu-satunya alas tidur semenjak Kahar dan keluarganya menempati gudang milik kerabatnya di Perumahan Dosen – Tondo. Walaupun dia harus merasakan gatal-gatal ketika tubuhnya direbahkan diatas karpet tersebut, namun rasa syukur selalu terucap dari mulutnya.
Bermodalkan sapu lidi kecil, karpet yang sudah tak layak pakai itupun ia bersihkan. Kebasannya membuat debu yang telah lama menempel bertebaran di udara, ada yang jatuh ke tanah, ada yang hinggap lagi ke karpet itu. Karpet usang ini dia ambil dari gudang rumah kerabatnya.
Minggu sore (11/10) saat tim relawan YMP Sulteng mengunjunginya, dia menyambut dengan ramah. Di sela kesibukkannya membersihkan gudang, dia mengisahkan bagaimana usahanya membangun rumah yang kini lenyap. Selama 16 Tahun dia memulai membangun rumah yang layak untuk keluarganya. Hingga awal tahun 2018 rumah layak itu menjadi hunian keluarga kecil mereka namun gempa dan liquifaksi merengutnya dalam hitungan detik.
“Saya menempati rumah ini awal tahun 2018, rumah yang dibangun dengan jerih payah selama 16 tahun, namun dilenyapkan oleh gempa dan liquifaksi dalam 16 detik” ucapnya lirih.
Dia pun mengisahkan bagaiamana mereka memulai kehidupan di perumahan Balaroa. “Awalnya saya dan keluarga hanya ngontrak rumah di Balaroa, sambil mengumpul rejeki beberapa tahun kemudian rumah kontrakan itu saya beli,” ucapnya. Tak lama berselang, Kahar pun membeli sebidang tanah yang berdekatan dengan rumahnya. Semenjak ada sebidang tanah tersebut dia mulai mengumpulkan sedikit-demi sedikit rejeki untuk membangun rumah yang layak untuk keluarganya di tanah tersebut secara bertahap.
Enam belas tahun berlalu, rumah impiannya siap untuk di tempati. Rasa syukur dan bahagia menyelimuti keluarganya ketika di awal tahun 2018 mereka sekeluarga memulai kehidupan baru di rumah impian mereka. hari-hari pun berlalu, hingga suatu sore di 28 Septeber 2018 gempa berkekuatan 7,4 SC dan liquifaksi memporak-porandakan hunian mereka.
Namun ditengah ujian yang diberikan sang pencipta, Kahar dan keluarganya masih bersyukur dan ikhlas. Menurutnya, tanah dan rumah bahkan nyawa sekalipun milik sang pencipta. “saya ikhlas jika saatnya Allah berkehendak mengambil miliknya, saya percaya ada hikmah dibalik itu,” ungkapnya.
Kahar juga bertutur bahwa pasca bencana rumahnya tertanam setengah itu, ternyata sudah diratakan oleh alat berat. Hal ini dia saksikan ketika hendak mengambil barang di rumahnya itu. Sayangnya, tak ada satupun yang bisa diambilnya. Menurut kahar, dia mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan menjadikan monumen di lokasi itu. Iapun pasrah, namun menurutnya sebaiknya ada surat pemberitahuan terlebih dahulu. “ ada etikalah sedikit, dimana tangggung jawab pemerintah terkait hunian?” ucap kahar.
Di akhir perbincangan sore itu, kahar berterimakasih atas bantuan karpet yang diberikan oleh posko relawan YMP Sulteng. Bantuan ini diserahkan langsung oleh Rahman, salah satu relawan YMP Sulteng. “ Alhamdulillah, semoga saya tidur nyenyak nanti malam, terimakasih atas bantuannya” tuturnya dengan senyum. (ipul/ferra)