Palu (22/08). Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Ranperda RTRW) Provinsi Sulawesi Tengah dinilai sangat tidak peka dan mempertimbangkan kearifan lokal yang telah melembaga dimasyarakat. Padahal kearifan lokal memberikan konstribusi besar terhadap pengurangan resiko bencana.
Koordinator Advokasi dan Perluasan Jaringan YMP Sulteng, Kiki Rizki Amelia memaparkan bahwa saat ini pemerintah daerah masih belum memperhatikan betapa pentingnya kearifan lokal mitigasi bencana terutama jika diadaptasi kedalam RTRW provinsi. Padahal masyarakat memiliki stok pengetahuan dan model mitigasi sendiri tanpa biaya sedikitpun dibanding program rehabilitasi dan rekonstruksi melalui hutang luar negeri.
“Kita tahu bahwa sebenarnya dikelompok masyarakat lokal ataupun masyarakat adat mereka punya pengetahuan lokal mengenai kebencanaan. Semestinya tim koordinasi penataan ruang daerah (TKPRD) ini memasukan informasi pengetahuan lokal. Malah lebih pada peta-peta yang banyak di buat melalui satelit. Padahal apabila bisa memasukan informasi (pengetahuan mitigasi) dari masyarakat itu bisa membatu revisi RTRW ini yang berdasar pengurangan resiko (mitigasi) bencana” ungkapnya pada kegiatan bertajuk FGD Pengarusutamaan Perspektif Kebencanaan dalam RTRWP Sulteng yang diselenggarakan Ekonesia Institute dan Yayasan Sheep Indonesia pada kamis, 22/08 di Palu.
Perempuan kritis ini sangat menyayangkan mengapa Ranperda tersebut masih belum memperhatikan pentingnya mitigasi bencana berbasis pengetahuan lokal. Ia juga mengatakan agar Ranperda tersebut dapat menjadi komitmen kolektif (masyarakat), bukan sebagai rancangan kepentingan yang sepihak.
“RTRW seharusnya menjadi ruang (kebijakan) yang adil untuk semua aspek dan diharapkan bukan hanya berorientasi pada kepentingan perusahaan (swasta) atau cenderung berorientasi ekonomi. Itu (Ranperda) harus dipikirkan bersama-sama” kata Alumni Unismuh Palu ini.
Seperti diketahui bahwa pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Ranperda RTRW) Provinsi Sulawesi Tengah saat ini sedang dalam proses revisi dan sudah memasuki uji (konsultasi) publik kedua pada 21/08 kemarin.
Untuk itu harapan Kiki bahwa pihak TKPRD seharusnya lebih memperhatikan setiap input dari lembaga swadaya masyarakat dan berharap agar pihak Dinas Binamarga dan Penataan Ruang Sulteng kiranya tetap bersedia membuka kesempatan untuk berdialog dan membangun komunikasi intens dengan pihak lembaga swadaya masyarakat dalam proses revisi Ranperda RTRW ini.
“Tim TKPRD harus menerima masukan dari teman-teman masyarakat sipil. Kita sudah beberapa kali memberi masukan tapi belum juga mendapat umpan balik mengapa usulan kami belum diterima. Padahal ini bisa membantu tim penyusun untuk menghasilkan dokumen (RTRW) yang sesuai harapan masyarakat dan berbasis kebencanaan” tutup Kiki. (M.Nutfa)