YMP News – Palu. Aksi protes masyarakat Desa Podi Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una Una, terhadap aktivitas Arthaindo Jaya Abadi menggali biji besi, berlanjut untuk kesekian kalinya. Hari Jumat tanggal 26 Juli 2013, tepat pukul 3 sore, masyarakat yang berjumlah lebih dari 100 orang turun ke jalan. Mereka bergerak menuju jalan koridor menuju lokasi tambang, dengan tujuan melakukan pendudukan secara damai. Aksi damai sambil menduduki jalan masuk lokasi tambang, dirangkaikan dengan aksi simpatik di pinggir jalan Trans Sulawesi. Untuk menarik simpati dan dukungan pengendera yang hilir mudik Ampana dan Palu. Aksi damai itu juga diisi dengan orasi secara bergantian oleh masyarakat, dan dilanjutkan dengan diskusi tentang dampak pertambangan, sambil menunggu berbuka puasa. Aksi tersebut juga diikuti oleh sejumlah aktivis lingkungan hidup dari beberapa daerah.
Seperti diketahui sebelumnya, protes masyarakat sudah dilakukan sejak bulan Maret 2013. Protes tersebut sebagai bentuk penolakan masyarakat setempat terhadap aktivitas Arthaindo Jaya Abadi, yang melakukan penggalian biji besi. Kehadiran perusahaan penambangan itu membuat resah masyarakat. Sebab, bagaimanapun juga, wilayah Podi adalah daerah bencana nasional dan daerah. Di mana setiap tahunnya, ribuan kubik material lumpur bercampur kerikil jatuh dari kaki Gunung Katopasa menuju perkampungan. Status Podi sebagai wilayah bencana juga sudah ditetapkan oleh RTRW Nasional dan RTRW Provinsi.
Arthaindo Jaya Abadi mendapat izin lokasi tambang dari Bupati Tojo Una Una pada tahun 2012. Berdasarkan SK Nomor 188.45/Distamben/2012 dikeluarkan pada tanggal 3 April 2012. Perusahaan ini menurut sumber dari Majalah Forbes Indonesia adalah operator lokal dari perusahaan industri baja milik 2 orang pengusaha asal India. Dengan bendera Earthstone Resources, yang akan mengeruk sumber-sumber logam di berbagai lokasi di Indonesia. Termasuk di Desa Podi, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una Una.
Karena aksi protes yang berterusan dari masyarakat, pada awal bulan Juli, Polda Sulteng sudah memasang Police Line di jalan masuk lokasi tambang. Alasan Polda Sulteng bahwa perusahaan belum memiliki izin, karena masih menggunakan izin perusahaan lain, dengan areal seluas 5000 hektar. Penyegelan lokasi oleh Polda memberikan semangat tambahan masyarakat untuk melakukan protes secara berterusan. Karena, pasca penyegelan oleh Polda, pihak perusahaan masih bandel dan melakukan aktivitas penggalian. Hal itulah yang membuat masyarakat Podi kembali turun ke jalan melakukan aksi pemblokiran.
Aksi protes dan pendudukan itu membuahkan hasil. Pihak perusahaan didesak mengeluarkan seluruh alat kerjanya, dan membongkar base camp. Kini seluruh peralatan kerja termasuk alat-alat berat sudah dikeluarkan dari lokasi tambang. Untuk sementara waktu, alat-alat berat perusahaan diungsikan di Desa Padapu, dan selanjutnya tidak dibenarkan lagi beroperasi.
Aksi massa ini mendapat dukungan banyak pihak, termasuk dari sejumlah organisasi lingkungan hidup di Sulawesi Tengah. Direktur Yayasan Merah Putih, Amran Tambaru, di Palu menyatakan bahwa, aksi ini sebuah kemenangan moral bagi perjuangan rakyat menuntut keadilan lingkungan hidup di Sulawesi Tengah. Sementara itu, belum ada reaksi dari Pemerintah Kabupaten Tojo Una Una selaku pemberi izin perusahaan tersebut. Termasuk belum ada komentar dari pihak Polda sebagai pihak yang menyegel lokasi tersebut. *[Azmi/SILO].