
Tojo Una-Una, September 2024 – Masyarakat adat Tau Taa Wana kembali menegaskan komitmen mereka untuk melindungi wilayah adat dari ancaman eksternal seperti rencana pembangunan PLTA di Sungai Bongka dan potensi masuknya usaha tambang dari luar wilayah mereka. Dalam berbagai diskusi adat (mogombo) yang diadakan di Lipu Linte, Lipu Tabei, dan Lipu Vananga Bulang, suara masyarakat semakin solid untuk mempertahankan hak atas tanah dan lingkungan adat mereka.
Pa Geni, salah satu tokoh adat di Lipu Linte, dengan tegas menyatakan bahwa wilayah adat bukan sekadar tempat tinggal, melainkan juga warisan budaya yang harus dijaga. “Kami tidak akan membiarkan siapa pun merusak tanah kami. Hidup dan mati kami ada di sini,” tegasnya dalam mogombo yang berlangsung pada 26 September. Mogombo tersebut tidak hanya dihadiri oleh tokoh adat, tetapi juga generasi muda (Tau Layo), yang menunjukkan antusiasme tinggi untuk belajar dan terlibat dalam advokasi hukum. “Kami siap belajar dan melawan ancaman apa pun terhadap tanah kami. Pelatihan advokasi hukum sangat penting bagi kami,” ujar salah satu pemuda adat, Yadi.
Ancaman dan Solidaritas Kolektif
Rencana relokasi akibat pembangunan PLTA dan isu tambang dari Morowali telah menjadi perhatian utama masyarakat adat. Mereka mengkhawatirkan hilangnya tanah adat yang selama ini menjadi sumber penghidupan dan identitas budaya mereka. Selain itu, kekhawatiran terhadap usaha sarang walet yang dianggap berpotensi merusak lingkungan semakin menguatkan semangat masyarakat untuk melindungi wilayah mereka. “Kami melihat adanya peluang besar untuk memperkuat solidaritas. Semua warga sepakat untuk tidak hanya menjaga tanah mereka, tetapi juga melindungi generasi mendatang,” ungkap Pa Anca, tokoh adat di Lipu Vananga Bulang.
Harapan ke Depan
Solidaritas masyarakat adat Tau Taa Wana yang ditunjukkan dalam mogombo (rapat adat) mencerminkan kekuatan kolektif mereka dalam menghadapi tantangan. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk lembaga adat dan pendamping YMP Sulteng, diharapkan dapat memperkuat kapasitas masyarakat untuk mengelola dan melindungi wilayah adat mereka secara mandiri. “Ini bukan hanya tentang tanah, tetapi juga tentang identitas, budaya, dan masa depan tau taa,” tutup Pa Geni.