Palu (23/09) – Kabupaten Sigi termasuk wilayah dengan kategori sensitivitas bencana yang cukup tinggi. Terhitung sejak tahun 2011 sampai 2019 telah terjadi 60 peristiwa bencana alam, dari yang terbesar yaitu gempa bumi pada Jum’at 28 September 2018, sampai dengan bencana terbaru yakni bencana banjir bandang di Desa Namo Kecamatan Kulawi pada selasa, 13 Agustus 2019 yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum dan berdampak psikologis. Sehingga keadaan itu menghambat pembangunan daerah maupun pembangunan nasional.
Demikian kata Bupati Sigi dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi, Muhammad Basir, SE.,MP pada kegiatan bertajuk Lokakarya Draf Dokumen Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana Kabupaten Sigi, senin (23/09) di Palu. Kegiatan ini bertujuan untuk menyepakati dokumen rencana penanggulangan kedaruratan bencana (RPKB) yang diinisiasi oleh BPBD Sigi bekerjasama dengan Emergency Response Capacity Building (ERCB). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai kalangan, diantaranya OPD, Akademisi, LSM lokal, nasional dan Internasional dan Duni Usaha (Swasta).
Dalam sambutan itu menurut Basir, terdapat sejumlah kondisi dan faktor sehingga Sigi dikatakan sebagai wilayah rentan bencana. “Keadaan ini (bencana) lebih dipengaruhi oleh kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis Kabupaten Sigi yang memungkinkan terjadinya bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun manusia” katanya. Ia menyampaikan, secara umum bencana alam yang pernah melanda Sigi terbagi kedalam empat kategori, yaitu rawan bencana banjir, rawan tanah longsor, rawan gempa bumi dan rawan kebakaran hutan.
Pertama, Sigi dilalui oleh 5 (lima) daerah aliran sungai (DAS) besar serta sedikitnya 53 daerah aliran sungai kecil sehingga rentan mengalami banjir bandang di musim penghujan. Kedua, di apit oleh rangkaian pengunungan dengan celah yang sempit dan dalam, serta terusan lembah yang berkaitan dengan patahan besar. Kemiringan mencapai 60 persen dimana wilayah topografi datar hanya sekitar 11 persen, sehingga rawan tanah longsor. Ketiga, rawan gempa karena struktur tektonik di dominasi oleh sesar Palu-Koro yang terus aktif sampai saat ini. Keempat, rawan kebakaran hutan. Ancaman ini di dorong oleh desakan kebutuhan lahan baru akibat keterbatasan ketersediaan lahan untuk pemukiman, pertanian dan lahan kering seluas 124.000 hektar atau 24,44 persen dari total wilayah Sigi.
Karena Sigi rentan resiko bencana alam, salah satu upaya penting yang dilakukan Pemda Sigi adalah meningkatkan kapasitas dan sistem kesiap-siagaan penanggulangan bencana. Ini sesuai dengan amanat UU 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengamanatkan penyusunan dan uji coba RPKB sebagaimana dilakukan Pemda Sigi saat ini. Kedepannya RPKB ini menjadi rencana dan rujukan utama bagi Pemda Sigi untuk melaksanakan penanganan darurat kebencanaan secara efektif dan efisien untuk menunjukan Sigi sebagai Kabupaten Tangguh Bencana. (Nut)