(Morowali Utara, 12/11/2015), 11 orang pelajar ditambah 2 orang Guru dari Sund Folk College Norway mengunjungi Skola Lipu di Wilayah adat Wana Posangke, wilayah adat ini secara administratif masuk dalam Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara pada 29 Oktober hingga 5 November 2015.
Wilayah adat Wana Posangke didiami oleh Komunitas adat Tau Taa Wana yang berada di bagian selatan jazirah timur Sulawesi diantara lembah dan bukit-bukit di sepanjang aliran Sungai Salato di bagian Timur Laut Cagar Alam Morowali.
Kunjungan ini merupakan bagian dari program study trip di sekolah mereka untuk mempelajari isu-isu yang berkenaan dengan hutan hujan tropis, lingkungan hidup, masyarakat adat dan pembangunan manusia, bertujuan untuk memperluas wawasan dan membangun kepedulian pelajar di sekolah mereka terkait isu-isu global.
Skola Lipu merupakan sebuah model pendidikan berbasis komunitas adat yang dibangun bersama oleh Komunitas Tau Taa Wana dan Yayasan Merah Putih. Kedatangan pelajar dari negara yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai egalitarian ini disambut hangat oleh komunitas Wana Posangke khususnya guru lokal dan murid di skola lipu, tarian Kantar sebagai penyambutan tamu menyambut kedatangan mereka.
Skola Lipu sebagai model pendidikan yang kurikulumnya mengedepankan pendekatan tradisi dan kebutuhan komunitas ini membuat mereka sangat kagum, karena selain mengajarkan anak-anak keterampilan literasi yakni baca tulisa dan hitung juga penanaman cinta lingkungan dan kearifan lokal yang disesuaikan dengan kehidupan dan budaya komunitas setempat.
Proses belajar di Skola Lipu selain dilakukan di bangunan sederhana yang difungsikan sebagai ruang kelas juga dapat dilakukan di alam terbuka semisal di ladang atau di tepi sungai, waktu belajar pun disepekati bersama antara guru dan muridnya yang disesuaikan dengan aktifitas kehidupan komunitas.
Menurut Havard salah seorang pelajar yang berkunjung, model pendidikan seperti yang diterapkan di Skola Lipu merupakan pendidikan yang sangat tepat bagi mereka sebagai masyarakat adat, sebab selain tidak mementingkan kebutuhan seragam layaknya di sekolah formal, Skola Lipu juga mencerminkan kehidupan mereka selaku masyarakat adat yang dekat dengan alam. Ini terihat dari proses pembelajaran yang sangat felksibel baik waktu maupun tempat belajarnya.
Sementara itu Anne Aurora yang selama kunjungan sangat dekat dengan ana-anak di lipu berpendapat, Pemerintah Indonesia semestinya memberikan perhatian yang lebih besar pada kehidupan anak-anak ini baik pendidikan maupun kesehatannya sehingga anak-anak ini bisa tumbuh dan berkembang serta menjalani kehidupan sebagaimana yang mereka mau, juga menjalani kehidupan sebagaimana orang tua dan leluhur mereka bahwa kehidupan mereka dekat dengan hutan dan disisi lain kebutuhan pendidikan mereka terlayani dengan baik.
Anggota rombongan lainnya Alia M Pedersen menilai kehidupan orang Wana sangat terbantu dengan adanya Skola Lipu ini, sebab mereka bisa mendapatkan pengetahuan lain diluar kehidupan mereka, bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun juga hal-hal diluar yang dapat mengancam keidupan mereka.
“ Pengetahuan ini bisa membuat mereka menjaga diri dan kehidupan mereka nanti andaikan ada yang ingin mengganggu atau merebut sumber-sumber kehidupan mereka, mereka juga menjadi jadi tau apa yang terjadi diluar lingkungan mereka” ujar Alia.
Selain menyaksikan secara langsung proses belajar mengajar di 3 lokasi Skola Lipu yakni di Lipu Sumbol, Salisarao dan Viautiro , rombongan pelajar ini juga turut berpartisipasi dalam proses belajar di Skola Lipu, selain menceritakan tentang kondisi negaranya kepada anak-aak di Skola Lipu mereka juga menampilkan berbagai permainan dan nyanyian khas anak-anak di negaranya.(Edy)