Peliknya Kehidupan ditengah Kemerdekaan

(Palu, 18/8/15), Merdeka, merdeka, merdeka.  17 Agustus 1945 tepat dibacakannya proklamasi kemerdekaan oleh Ir. Soekarno, presiden pertama Indonesia yang berhasil membuka jalan kesejahtraan warga Negara Republik Indonesia. Kini tepat 17 Agustus 2015 genap sudah usia 70 tahun Indonesia merdeka, terbebas dari penjajahan dan ketidakberdayaan. Namun apakah arti kemerdekaan itu sama bagi masing-masing kalangan ?. Apakah setiap warga Indonesia sudah merasakan nikmatnya kemerdekaan negaranya dan apakah yang menjadi harapan mereka dengan kemerdekaan itu ?.

Insert Foto : Fajrin Mahasiswa Fisip Untad
Insert Foto : Ravi Ismail Mahasiswa Fisip Untad

Fajrin (25 tahun) mengungkapkan bahwa kemerdakaan Indonesia yaitu merdeka dari penjajah Portugis, Belanda, dan Jepang yang telah menindas para leluhur kita, mereka yang ingin menguasai sumber daya dinegeri ini. Para pahlawan sudah berjuang dengan gagah berani mengusir mereka, mereka mengorbankan harta, dan nyawa mereka demi NKRI, bukan jawa, sumatra, sulawesi, kalimantan dan papua tetapi semuanya. Sudah  70 tahun lalu NKRI terbebas dari tangan para penjajah, dan pastinya saat itu Indonesia tdk mau dijajah karena mereka mempunyai cara tersendri hidup bernegara pada masa tersebut. Maka dipakailah Pancasila sebagai dasar Negara, ini Idiologi bangsa kita, tetapi Idiologi inilah yang skarang kembali dijajah oleh bangsa lain. Karena ini adalah Idiologi yang besar, idiologi sebuah negara yang akan disegani di dunia, idiologi yang akan membawa bangsa kita menjadi negara nomor satu di dunia,” tegas Fajrin yang aktivis Karete-ka Gojukai Komisariat Daerah Sulawesi Tengah

Disisi lain Ravi Ismail (24) yang merupakan Mahasiswa FISIP UNTAD Palu,  menjelaskan bahwa makna dari kemerdekaan itu memang sangat luas, tergantung siapa dan dalam kondisi apa seseorang memaknainya. Menurutnya pada masa lampau bangsa Indonesia berjuang untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan atas penguasaan wilayah sumber daya, baik SDA maupun SDM. Kini Indonesia dihadapkan dengan era liberalisasi salah satunya disektor perdagangan. Semakin trend dan berkualitas produk yang dihasilkan perusahaan asing (luar negeri) maka nilai rupiah akan trancam dan itu berdampak negatif terhadap perekonomian negara. Apalagi ditambah degan masyarakat yang gemar dengan produk import. Adanya pengusaha domestik yang tidak produktif maupun kreatif shingga produk dalam negeri kalah saing degan pengusaha asing tersebut.

gbr nelayanedit
Insert Foto : Ridwan Nelayan Kampung Lere

Lain halnya dengan Ridwan (62 tahun) yang menjalani hidupnya sebagai seorang nelayan mengakui peliknya kehidupan ditengah kemerdekaan Republik Indonesia.   Ayah tiga orang anak yang menetap di jalan Cumi-cumi Kelurahan Lere Kecamatan Palu barat ini, menyatakan bahwa selama ini pemerintah  tidak meliriknya sebagai nelayan kecil. Nelayan yang menggantungkan hidupnya dipinggiran teluk dengan sampan dan peralatan seadanya sama sekali tak diperdulikan nasibnya. Kini sudah puluhan tahun menetap di Kota Palu bersama istri dan anaknya bahkan terpaksa bertahan sebab tak lagi menemukan jalan tuk menyambung hidup.

“Sebenarnya memang sudah merdeka, tapi kalau di Negara sendiri tidak diperdulikan seperti ini, bagaimana ?. katanya pemerintah peduli dengan warganya, membangun kota seindah mungkin, tetapi dampak dari pembangunan itu kami nelayan kecil tidak diperhitungkan, malah terabaikan,” eluh Ridwan tak berdaya.
Pelaut yang akrab disapa Wan   kini tak lagi dapat merasakan nikmatnya rezeki melimpah seperti beberapa tahun sebelumnya. Meski sesungguhnya Tuhan telah mengatur rezeki umatnya, baginya pemerintah tetap harus bisa memahami penderitaannya. “Bukan hanya saya, tetapi mungkin diluar sana ada yang bernasib sama. Entah petani, pedagang dan lain sebagainya, kalau bisa pemerintah tidak hanya melirik tetapi juga mampu berempati agar apa yang kami rasakan dengan mudah dipahami,” jelasnya kesal.

Ia menambahkan, jika pembangunan itu dilanjutkan tidak jadi masalah bila saja pemerintah memberikan fasilitas dalam mendukung peningkatan penghasilan nelayan kecil baik dirinya ataupun yang lainnya. Seperti memberikan bantuan mesin, pasalnya selama ini mereka hanya menggunakan sampan seadanya. Sehingga dengan adanya mesin itu, mereka bukan hanya mencari ikan di pinggiran pantai tetapi bisa ke arah bawah lagi. Atau bantuan lainnya seperti jaring dan alat penanggap ikan lainnya yang lebih baik. Dengan begitu antara pembagunan ruang dan pembangunan ekonomi masyarakat bisa seimbang. (Ria)

Lihat Juga

MASYARAKAT BALEAN TERIMA SK HUTAN DESA

(Jakarta, 26/10/2017),Presiden Jokowi menyerahkan SK Hutan Desa Balean kepada Ketua lembaga pengelola hutan Desa Balean, ...

Peta Jalan Hutan Adat Sulteng Disusun

Palu, Metrosulawesi – Sejumlah organisasi masyarakat sipil, komunitas adat bersama pemerintah daerah serta unit pelaksana ...