Peta Jalan Penyelesaian Dongi – Dongi Harus Objektif dan Berkeadilan

Prosesi persidangan adat yang berlangsung hari ini di Dongi – Dongi (Sabtu, 1 Februari), seharusnya menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk memulai membangun peta jalan menuju penyelesaian holistik. Jika tidak, persoalan Dongi – Dongi hanya akan menjadi bahan pembicaraan di berbagai forum pertemuan dan negosiasi, tanpa ada hasil kongkrit. Menyikapi Persidangan Adat yang sedang berlangsung hari ini di Ngata Katuvua Dongi – Dongi, Kecamatan Nokilalaki, Kabupaten Sigi, Yayasan Merah Putih (YMP) menilai hal itu sebagai jalan pembuka menuju peta jalan (road map) penyelesalain secara keseluruhan atas masalah Dongi – Dongi yang telah berlangsung lebih dari dua dekade. Apapun bentuk putusan dan besaran sanksi adat (Givu) yang disepakati pada hari ini, harus diterima lapang dada oleh semua pihak. Terutama kepada pihak

tergugat, seperti Kepala Balai Besar TNLL, Gubernur, Ketua DPRD Sulteng, Kapolda, Bupati Sigi, Ketua DPRD Sigi, dan Kapolres Sigi. Sebab, pada negosiasi hari Selasa, tanggal 28 Januari 2014 di Kantor Balai, disepakati masalah salah tangkap petani yang berjumlah 13 orang itu, tidak perlu dilanjutkan ke ranah hukum negara. Ketika itu, pihak Balai berkeras akan melanjutkan proses itu ke langkah hukum. Di sisi lain, perwakilan Forum Petani Merdeka (FPM) Dongi – Dongi beserta Lembaga Adat juga akan melaporkan penangkapan itu ke pihak berwajib dengan tuduhan penangkapan illegal dan penculikan. Atas negosiasi yang panjang ketika itu, maka disepakati agar jalan keluarnya membawa ke persidangan adat. Dengan memberlakukan hukum
adat Dongi – Dongi.

Yayasan Merah Putih (YMP) memandang bahwa kesediaan para pihak untuk menggunakan instrumen hukum adat sebagai media penyelesai sengketa, sebagai suatu langkah maju dan progresif. Namun, sebaiknya tidak berhenti sampai di situ. Harus ada langkah besar lainnya yang mesti dibangun dan disepakati seluruh pihak, jika ingin kasus Dongi – Dongi selesai dengan menghadirkan rasa keadilan dan objektivitas bagi semua pihak terkait. Karena, bagaimanapun juga, kasus Dongi – Dongi adalah sengketa agraria dan tenurial hutan yang telah menyita banyak energi para pihak sejak tahun 80-an.

Salah satu aspek yang perlu dimasukkan ke dalam agenda pembangunan peta jalan penyelesaian Dongi – Dongi adalah, percepatan pengukuhan kawasan hutan. Hal itu diperlukan untuk memperjelas dan mempertegas batas-batas kawasan hutan, termasuk batas-batas zonasi yang selama ini diklaim secara sepihak oleh pihak Kementrian Kehutanan melalui Balai Besar TNLL. Tanpa ada percepatan pengukuhan kawasan hutan di Taman Nasional Lore Lindu, maka kepastian hukum dan penegakan hukum akan sulit ditegakkan. Tanpa kepastian batas-batas kawasan hutan, maka konflik tenurial hutan akan berlangsung terus menerus.

Selain itu, jaminan keselamatan hak kelola rakyat atas lahan-lahan yang selama ini telah mereka kuasai dan kelola di sekitar Taman Nasional, perlu juga mendapat kepastian dan kedudukan hukumnya. Misalnya, dengan merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 35/2012 tentang Hutan Adat. Klaim wilayah kelola rakyat harus diakomodir ke dalam kebijakan tata ruang nasional dan daerah, berdasarkan mandat Putusan MK 35 tersebut.

Demikianlah pandangan Yayasan Merah Putih (YMP) terkait penyelesaian kasus Dongi – Dongi.

Palu, 1 Februari 2014

Insert Foto : PO Hutan dan Perubahan Iklim 2014Azmi Sirajuddin
Koordinator Program

PROGRAM HUTAN & PERUBAHAN IKLIM
YAYASAN MERAH PUTIH (YMP)
Jl.Tadulako 2 No.11, Kel.Palupi, Kec.Tatanga
Palu – Sulawesi Tengah

Lihat Juga

Wana Lestari untuk LPHD Lampo

     Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...

Mogombo, Menata Kehidupan Sosial

     Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...