Sidang pembaca yang terhormat
TANGGAL 10 Desember selalu dirayakan tiap tahun oleh banyak negara di seluruh dunia sebagai hari hak asasi manusia. Sebuah momentum penting dan agung dalam penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan. Karena pentingnya, oleh International Humanist and Ethical Union (IHEU) dinyatakan sebagai hari resmi perayaan kaum humanisme.
Tanggal ini dipilih untuk menghormati Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sebuah pernyataan global tentang hak asasi manusia, pada 10 Desember 1948. Peringatan ini dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum mengundang semua negara dan organisasi yang peduli pada HAM untuk merayakan.
Di Indonesia, pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia ke-64 tahun 2012 ini, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meng-usung tema utama access to justice atau akses pada keadilan. Namun, KontraS selaku lemba-ga yang konsern pada isu HAM di Indonesia menilai pemerintahan SBY belum mampu menegakkan dan menjamin serta mengusut dan menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Fenomena yang marak saat ini adalah mencuatnya protes atas pembatasan akses dan kontrol rakyat terhadap sumber daya alam dan tanah yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, yang kerapkali berujung pada kekerasan dan pelanggaran HAM serius khususnya yang memperhadapkan rakyat pada pemilik modal.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan sedikitnya 1.009 perusahaan diduga melakukan pelanggaran HAM terkait dengan kegiatan bisnisnya sepanjang Januari-November 2012, terutama di sektor perkebunan dan pertambangan. Dari 5.222 pengaduan yang masuk ke Komnas HAM, korporasi dilaporkan telah melanggar HAM dalam 1.009 aduan. Dari jumlah laporan tersebut pelanggaran tertinggi terjadi akibat sengketa lahan (399 kasus), sengketa ketenaga- kerjaan (276) dan perusakan lingkungan (72).
Hal ini menunjukan bila kesadaran akan penghargaan dan penegakan HAM di kalangan korporasi Indonesia masih sangat rendah. Ketua Komnas HAM, Otto Nur Abdullah menyebutkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi menduduki peringkat kedua, setelah kepolisian. Ini menjadi bukti kalau korporasi adalah aktor non negara yang paling berpotensi melakukan pelanggaran HAM.
Karenanya dalam konteks peringatan hari HAM maka Silo kali ini (edisi 48), memilih topik utama pelanggaran HAM da-lam konteks pengelolaan sumber daya alam secara khusus oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambang-an di Sulawesi Tengah. Ini sebagai upaya membuka informasi kepada khalayak pembaca, bagaimana kehadiran perusaha-an-perusahaan besar yang mengeksploitasi kekayaan alam Sulawesi Tengah bukannya menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat namun justru melahirkan penderitaan bagi masyarakat.
Di Sulawesi Tengah, kasus-kasus pelanggaran HAM yang bersumber dari konflik pengelolaan sumber daya alam semakin meningkat, terutama oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan sawit. Di Luwuk PT Sawindo Cemerlang mengkriminalkan enam warga Desa Sukamaju I, Kecamatan Batui yang memprotes penanaman sawit di lahan milik mereka. Di Buol masyarakat tengah berjuang merebut kembali lahan mereka yang dirampas PT. Hardaya Inti Plantation milik pengusaha Hartati Murdaya.
Selain merampas tanah-tanah rakyat dan melakukan kriminalisasi, aktifitas perusahaan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, hal ini mempunyai andil paling besar atas memburuknya kesehatan masyarakat dan mendorong pemiskinan warga.
Kedepannya , dengan lahirnya kebijakan baru pemerintah melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di sektor sumber daya alam diyakini akan semakin memicu meluasnya praktik pelanggaran HAM di banyak daerah. Belajar dari model pembangunan yang ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional selama ini, maka kebijakan tersebut hanya akan menempatkan rakyat sebagai pihak yang dieksklusikan dari pembangunan dan jauh dari perlindungan hukum.
Semoga dengan informasi yang kami sajikan dalam edisi kali ini bisa menjadi informasi penting bagi masyarakat, bagaimana janji kesejahteraan dari kehadiran investasi tidak kunjung terwujud namun justru melahirkan penderitaan. Akhirnya selamat membaca.
Wassalam
Edy Wicaksono
Redaktur Pelaksana