YMP Lokakarya Hasil Testimoni Korban Palu
Metrosulawesi – Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah menggelar Lokakarya Hasil Testimoni Korban Kejahatan Lingkungan, Selasa, 22 Agustus 2017 di Hotel Lawahba Palu.
YMP Sulteng menyebut tiga perusahaan yang diduga melakukan kejahatan lingkungan yaitu, pertambangan bijih besi dan nikel masing-masing di Desa Podi, Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una-Una dan di Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai. Serta sebuah perusahaan perkebunan sawit di Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai.
Lokakarya ini mengeksplorasi testimoni para korban. Dalam siaran pers yang diterima Metrosulawesi, ada beberapa kasus kejahatan lingkungan yang telah terjadi, namun korbannya tidak dapat dan atau tidak tahu mesti ke mana mengadukan dampak yang mereka alami.
Dalam workshop tersebut, salah satu testimoni korban perkebunan sawit milik sebuah perusahaan di Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai mengungkapkan bahwa sejak perusahaan perkebunan sawit tersebut beroperasi di tahun 2009 dengan mengantongi surat izin lokasi Nomor 525.26/15/ Disbun/2009 seluas 17.500 hektar melakukan sejumlah pelanggaran dilakukan diantaranya penyerobotan lahan kelola warga yang dilakukan oleh pihak perusahaan.
“Pihak perusahaan meng-gusur lahan masyarakat yang sudah bersertifikat se-luas 956 hektar,” ungkap Burhan, warga Bualemo.Menanggapi kasus tersebut, menurut perwakilan Polda Sulteng yang hadir dalam pertemuan tersebut bahwa pihaknya akan menindaklanjuti jika ada lapo-ran dari masyarakat terkait penyerobotan lahan.
Sementara dampak buruk perusahaan tambang di Desa Podi, Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una-Una adalah kerusakan lingkungan dan pencemaran air. Kerusakan tersebut kemudian tidak ditindaklanjuti dengan perbaikan pascatambang.
Menurut Moh Irsan pendamping Advokasi Yayasan Merah Putih Sulteng, bahwa seharusnya pihak perusahaan melakukan reklamasi pasca tambang.
Menurut Jimmy Walenta dari Kemenhumham, bahwa kasus pencemaran air yang berdampak pada kesehatan masyarakat maka dapat dilaporkan ke Komnas HAM dan jika ada pelanggaran HAM maka dapat mengadu ke Kanwil Hukum dan HAM. Kanwil akan memediasi dengan mengundang para pihak.
Menyingkapi ketiga kasus yang terjadi di dua kabupaten tersebut, Reynaldo Sembiring dari Indonesian Center Enviromental Law (ICEL) Jakarta menyatakan penting adanya komitmen dan inisiatif baik dari masyarakat maupun pemerintah dalam penyelesaian masalah tersebut, bukan hanya berhenti pada rekomendasi dan pembentukan tim.
“Pemerintah seharusnya lebih responsif dan tepatdalam melakukan langkah- langkah stategis untuk pe- nyelesaikan masalah terse-but,” ungkapnya, (rls)
Sumber : Metrosulawesi Edisi 23 Agustus 2017 Hal 6