Palu, 9/9/16 Apakah anda punya tabungan di Bank? Tahukah anda kemana Bank menginvestasikan uang anda? Lalu apa arti penting jawaban atas pertanyaan tersebut?
Kita menabung bertujuan menyimpan uang untuk kepentingan masa depan, tapi tahukah kita kemana bank memutar uang kita? Kurang lebih 2 miliar orang memiliki rekening di Bank. Sebagian besar uang yang kita tanam di Bank dipinjam oleh pengusaha untuk kebutuhan minyak kelapa sawit, bubuk kertas, kertas dan karet.
Pengusahapun mendapatkan keuntungan – namun pada saat yang sama merugikan rakyat, lahan masyarakat adat dirampas, menghilangkan habitat di alam sampai memperparah perubahan iklim global, ungkap Tom Picken saat pelatihan Investigasi dan Pelaporan.
Tom yang juga staf dari Rainforest Action Network mengungkapkan bahwa dari hasil investigasinya Bank-bank
seperti di negara Malaysia, Tiongkok, Jepang, Indonesia dan Eropa serta Amerika adalah pembiaya terbesar pada perusahaan berisiko kehutanan di Asia Tenggara. Antara 2010-2015 Bank-bank tersebut mengucurkan dana kurang lebih 25 miliar dollar AS untuk sektor minyak sawit, bubuk kertas, kertas, karet dan kayu.
Di Indonesia misalnya BNI memberi pinjaman ke 4 pengusaha sektor minyak kelapa sawit dan Karet serta sektor kayu. Untuk tahun 2012-2015 BNI mengalokasikan dana sebesar sekitar 652,3 milyar dollar untuk pengusaha tersebut. BRI pun demikian, ia mengalokasikan dana sebesar 291, 12 milyar dollar untuk pengusaha di sektor Kelapa Sawit dan Karet. Selain bank tersebut Bank Mandiri dan Bank swasta lainnya seperti BCA, Bank Capital, Bank Danamon, Bank DKI Bank Jasa Jakarta juga mengalokasikan dana untuk pengusaha di sektor tersebut.
Penting melakukan investigasi pada sektor-sektor tersebut, apakah bank yang mengalokasikan dananya ke pengusaha tersebut menjadikan hutan, masyarakat dilakukan secara bijak? Tom menyarankan dalam melakukan investigasi agar memahami dinamika di masyarakat, Pasarnya dimana? Peta konsesinya, dokumen amdal, informasi mengenai titik lokasi pembukaan lahan. Dokumen tersebut berguna untuk membandingkan dengan fakta lapangan. Dengan data tersebut kita bisa mengetahui apakah perusahaan ini nakal atau tidak.
Edi Sutrisno (TUK Indonesia) yang memfasilitasi kegiatan peltihan ini yang terselenggara atas kerjasama TUK Indoensia dan Walhi Sulteng ini menekankan pada data. Menurutnya jika data lengkap, maka pelaporan bagi pengusaha nakal ini bisa kemana-mana, misalnya ke KPK, ke Bank, kejaksaan dan lainnya.
Ahmad Pelor, yang juga fasilitator kegiatan ini menekankan pada aspek hukumnya. Ahmad yang juga staf Dewan Nasional Walhi ini menyarankan agar membaca kritis kebijakan pada sektor yang disasar misalnya soal perkebunan, maka penting untuk mereview UU Perkebunan dan peraturan menteri terkait perkebunan. Hal dilakukan agar kita mengetahui alur kerja dalam birokrasi dalam usaha perkebunan.
Lantas apakah anda rela uang yang anda simpan di Bank ternyata berdampak pada penggusuran lahan masyarakat adat, petani dan masyarakat kecil serta merusak ekosistem hutan?(Ipul)