Ada Cinta Di Sungai Salato

Sore itu, sekitar pukul 15.30 terik matahari mulai ditutupi mendung hitam langit di Taronggo, tapi tidak juga menandakan akan turun hujan. Dari kejauhan terlihat laki-laki dan perempuan berboncengan motor setengah tua melewati jalan berbatu dipinggiran sungai Salato. Hanya berdua, sesekali pasangan ini terlihat romantis sambil bercerita.

Doc Foto: ympsulteng. Apa Imel dan Indo Imel sedang berboncengan motor melewati jalan berbatu dipinggiran Sungai Salato

Si perempuan membawa seekor ayam berwarna putih, dipundaknya ada Pomaku (keranjang) yang berisi sayur dan kebutuhan dapur lainnya. Yang laki-laki fokus mengendarai motor dijalan yang berbatasan langsung dengan hutan Cagar Alam Morowali.

Adalah Apa Imel dan Indo Imel, sepasang suami istri dari kalangan Tau Taa Wana Posangke. Keduanya baru pulang dari Navu (kebun) mengambil sayur, ubi, cabai dan ayam untuk santapan malam keluarganya. Keluarga inipun singgah dan menyapa kami yang sedang menikmati landscape Gunung Tokala dan keindahan Sungai Salato. Apa Imel bercerita bahwa dari kecil ia diajarkan cinta oleh orang tuanya kepada alam. “sejak kecil orang tua saya juga berpesan jangan sembarang menebang pohon di hutan.” timpal Indo Imel membenarkan perkataan suaminya itu.

Doc Foto : YMP SULTENG
Doc Foto: ympsulteng.    Indo Imel, Masyarakat Tau Taa Wana di Desa Taronggo

Menurutnya sebagai Tau Taa Wana cinta kepada alam merupakan wujud penghargaan mereka kepada Pue (Tuhan) yang memberi gunung, air dan tanah sebagai sumber kehidupan di bumi. Tau Taa Wana meyakini bahwa gunung adalah raga, sungai (air) adalah jiwa dan tanah adalah orang tua. Ketiga unsur itu menurut mereka harus dicintai. Begitu pula hutan sebagai tempat hidup dan mencari kehidupan.  “Orang Wana mencari kebutuhan hidupnya di hutan. Hutan itu penting untuk di jaga. Jika hutan di di rusak maka Orang Wana akan susah mencari kebutuhan hidup yang berada di hutan. Hutan harus dijaga dan dilindungi terutama yang berada di Kapali (kawasan keramat)” kata Apa Imel.

Kelestarian hutan adalah hal penting bagi Tau Taa Wana selama ini. Tidak semua kawasan hutan boleh di sentuh, salah satunya ada Pangale Kapali (hutan keramat) yang harus dijaga dari tangan-tangan perusak. Itulah mengapa relasi Tau Taa Wana dengan alam sangat dekat. Tau Taa Wana juga punya prinsip Tana Tau Tua Mami yang berarti tanah adalah orang tua kami. Begitu juga Indo Laku pernah berkata jika tanah adalah titipan sejarah. Itulah mengapa tanah adatnya tidak ingin lagi dirampas oleh orang luar sebagaimana pernah terjadi dahulu. Mereka akan melawan. Lewat tata kelola hutan dan lahan secara bijak Tau Taa Wana membuktikan bahwa mereka benar-benar mencintai alam. (ipul/Nut)

Lihat Juga

Wana Lestari untuk LPHD Lampo

     Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...

Mogombo, Menata Kehidupan Sosial

     Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *