Donggala, 170325– Perubahan iklim semakin dirasakan dampaknya oleh masyarakat, terutama di wilayah pedesaan yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya alam. Sebagai upaya menghadapi tantangan ini, tiga desa di Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala—yakni Desa Powelua, Lumbudolo, dan Lampo—melaksanakan Program Kampung Iklim (ProKlim) berbasis perhutanan sosial.
Upaya Adaptasi dan Mitigasi di Tiga Desa
Program kampung iklim bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam upaya adaptasi serta mitigasi perubahan iklim. Melalui serangkaian sosialisasi, diskusi interaktif, serta Focus Group Discussion (FGD), masyarakat di ketiga desa diajak untuk mengidentifikasi potensi, tantangan, serta peluang dalam pelaksanaan program ini.
Di Desa Lampo, masyarakat memiliki potensi wisata alam seperti air terjun dan area camping ground, serta usaha kerajinan tangan berbahan netu (rotan hutan). Namun, tantangan yang dihadapi meliputi kurangnya kesinambungan produksi KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial) seperti bawang dayak, saraba, dan kopi, serta minimnya pengelolaan sampah organik dan non-organik.
Sementara itu, di Desa Lumbudolo, telah tersedia rumah kompos untuk pengolahan sampah organik dan KUPS obat herbal. Namun, pengelolaan sampah masih belum optimal akibat kurangnya tenaga khusus yang bertugas mengumpulkan sampah organik. Kebiasaan buang hajat di sungai dan pelepasan hewan ternak secara bebas juga menjadi tantangan dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan.
Desa Powelua memiliki potensi dalam pengembangan produk lokal berbasis durian dan sayuran. Namun, produksi mengalami kendala akibat faktor musiman serta kurangnya pemeliharaan tanaman. Selain itu, penanganan sampah rumah tangga masih menjadi tantangan besar.
Langkah Konkret yang Dilakukan
Sebagai bagian dari mitigasi perubahan iklim, masyarakat di tiga desa mulai menerapkan berbagai strategi, di antaranya:
1. Penguatan Kelembagaan Lokal – LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) di masing-masing desa didorong untuk berperan lebih aktif dalam pengelolaan lingkungan.
2. Peningkatan Pengelolaan Sampah – Beberapa warga mulai berinisiatif membuat papan larangan membuang sampah di bantaran sungai, serta mengaktifkan kembali rumah kompos yang sebelumnya kurang dimanfaatkan.
3. Program Ketahanan Pangan – Kerjasama dengan BUMDes untuk pengadaan bibit jagung dan tanaman pisang, serta pengembangan kuliner berbasis durian di Desa Powelua.
4. Edukasi dan Sosialisasi – Kampanye tentang pentingnya adaptasi perubahan iklim melalui praktik pertanian berkelanjutan, pemilahan sampah, serta penghijauan lingkungan.
Dukungan dan Harapan ke Depan
Program ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah desa dan mitra seperti Yayasan Merah Putih Sulteng, Yayasan Madani Berkelanjutan. Namun, keberlanjutan program masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya koordinasi antar lembaga serta keterbatasan alokasi dana desa untuk pelaksanaan ProKlim.
Ke depan, masyarakat berharap adanya perencanaan lebih matang dalam pengelolaan sampah, peningkatan kapasitas kelembagaan lokal, serta dukungan berkelanjutan dalam implementasi program ketahanan pangan. Dengan langkah nyata yang telah dilakukan, masyarakat di tiga desa ini menunjukkan bahwa adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan dari tingkat lokal dengan melibatkan partisipasi aktif semua pihak. (Zf/Nyb)