Kamis (04/07) YMP Sulteng menyelenggarakan diskusi ahli penyusunan kertas konsep (concept paper) sebagai respon atas Ranperda RTRWP. Para ahli yang hadir adalah akademisi Universitas Tadulako (Untad) terdiri dari Dosen Fakultas Hukum Dr. Hatta Tampubolon, Dosen Fakultas Kehutanan Dr. Akbar, Rizkhi, S.T., M.T (ahli Perencanaan Wilayah dan Kota), dan Antropolog Dr. Muhammad Marzuki. Selain itu hadir pula perwakilan OMS Sulteng.
Dr. Akbar mengatakan bahwa penyusunan Ranperda RTRWP ini harus dikawal oleh OMS khususnya menyangkut pengintegrasian hutan adat/masyarakat hukum adat kedalam Kawasan Strategi Propinsi (KSP) Sulteng, sebab merupakan amanah undang-undang yang harus dijalankan.
“Sebenarnya ini (RTRWP) perlu dikawal, karena amanah dari Undang-undang dan surat keputusan mentri (KLHK) pada penetapan hutan adat Wana Posangke dalam diktumnya menyebutkan bahwa Pemda memasukan hutan adat di RTRWP dan turunannya di RTRWK yang sekarang sedang dalam penyusunan semua” terang Akbar.
Akbar yang juga anggota Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah, mengatakan, “ saya mendukung dan sepakat kalau hutan terintegrasi dan masuk dalam kategori KSP, karena di keberadaan masyarakat hukum adat berada di fungsi konservasi, ada fungsi lindung, dan ada fungsi budi daya. Kalau dimasukan kedalam pola ruang akan terlalu banyak kata hutan adat atau masyarakat hukum adat yang muncul. Jadi perlu dimasukan ke dalam kategori KSP….sekaligus bisa men-cover, persoalan sosialbudaya, konservasi, sekaligus ekonomi” ungkapnya.
Begitu pula Dr. Marzuki “saya saepakat bahwa hutan adat dimasukan ke KSP karena masyarakat huum adat di Sulteng berbeda dengan masyarakat hukum adat lain di tanah air. Masyarakat hukum adat disini budayanya relatif dinamis. Sementara itu Dr. Hatta, SH., M.H., memberikan masukan dari sisi hukum mengenai makna kalimat hak yang harus dimasukan kedalam kerts konsep. “Kalau membedah catatan risalah dari revisi UUD 1945, maka sebaiknya kalimat hak diubah menjadi hak-hak. Makna hak-hak tidak hanya berbentuk materi tetapi juga mengakui hal yang bersifat immateril. Maka kata hak-hak harus diulangi” ungkap Hatta.
Diakhir diskusi Amran Tambaru meyakinkan bahwa keberadaan hutan adat di Sulteng sangatlah potensial untuk diintegrasikan kedalam KSP terutama dari aspek perlindungan hak-hak tradisional MHA. Disamping itu ia mengatakan bahwa upaya ini merupakan sesuatu yang masih baru di Sulteng sehingga perlu dicoba. “Hutan adat diintegrasikan ke kawasan strategis propinsi (KSP) dalam RTRWP Sulteng” tutur Direktur Eksekutif YMP menyimpulkan hasil diskusi. (nutfa)