Angka 13 bagi sebagian masyarakat merupakan angka yang sering dihindari karena dianggap membawa sial. Selama ini angka 13 ibarat hantu nan menakutkan. Pun bahasa Indonesia mengadopsinya dalam frase “celaka tiga belas” (Kompas.com., Rabu, 6 Juni 2012). Merujuk pada ensiklopedia bebas versi Indonesia, Wikipedia bahwa sebuah rasa takut yang irasional akan bilangan 13 dikategorikan sebagai Triskaidekafobia. Kata triskaideka berasal dari bahasa Yunani: tris = 3, kai = dan, deka = 10, dan fobia = takut. Tapi bagi sebagaian orang, angka 13 ini sering kali dianggap sebagai takhayul belaka.
Tapi, bagi komunitas Tau Tau Wana dan YMP, angka 13 ini justru memberi makna tersendiri atau membawa berkah bagi model kerjasama antara masyarakat dan YMP selama ini. Ada lima fakta yang menunjukkan “keberkahan” angka 13 tersebut, yakni :
Pertama; selama 13 tahun (2000 – 2013) YMP mendedikasikan kerja-kerja pemberdayaan dan advokasi di dataran tinggi Tanah Wana khususnya satuan mukim (lipu) yang berada di bagian hulu DAS Bongka, yang secara administrasi termasuk di kabupaten Tojo Una-Una. Tahun 2000 merupakan tonggak sejarah (miles stones) dimana YMP secara sistematis mulai membangun konsensus bersama TTW dalam merencanakan dan mengimplementasikan gagasan-gagasan penguatan hak-hak MA khususnya Tau Taa Wana dalam bentuk revitaliasasi, recognisi dan otonomi komunitas.
Kedua; model pendidikan alternatif dalam bentuk Sekolah Lipu yang mulai di ujicoba sejak tahun 2006 telah mendapat apresiasi positif dari berbagai pihak. Terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Tojo Una-Una Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pengakuan dan Perlindungan Penyelenggaraan Sekolah Lipu merupakan bentuk kongkret perjuangan bersama YMP dengan Tau Taa Wana.
Ketiga; advokasi pengakuan hak untuk masyarakat adat Tau Taa Wana yang didorong sejak tahun 2004 di level provinsi (peraturan daerah) yang mencapai anti-klimaks pada medio 2009 tidak menyurutkan semangat untuk berjuang di ranah legislasi. Strategi advokasi kemudian diarahkan di level kabupaten sejak tahun 2011. Kerja-kerja advokasi ini akhirnya mebuahkan hasil berupa disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana oleh DPRD Kabupaten Morowali pada tanggal 6 November 2012.
Keempat; sampai awal Januari 2013 ada 13 Lipu (satuan mukim) yang menjadi wilayah (site) layanan YMP untuk program advokasi dan pemberdayaan masyarakat adat Tau Taa Wana di Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Morowali yakni : 1) Lipu Mpoa, 2) Ueviau, 3) Sabado, 4) Kablenga, 5) Vananga Salaki, 6) Lengkasa, 7) Vatutana, 9) Paratambung, 10) Vyiatiro – Taronggo, 11) Salisarao –Taronggo, 12) Karawasa –Uwempanapa dan 13) Kondo – Lemo.
Kelima; untuk kerja-kerja advokasi dan pendampingan 5 tahun ke depan melalui Program Pembelajaran Terpadu untuk Perlindungan dan Pengelolaan Hutan Berbasis Komunitas di Sulawesi Tengahakan direncanakan di beberapa lokasi baru (site)yang tersebar 13 kecamatan pada 4 kabupaten yakni : 1) Banawa Tengah – Donggala, 2) Banawa Selatan – Donggala, 3) Ulubongka – Tojo Una-Una, 4) Ampana Tete – Tojo Una-Una, 5) Tojo- Tojo Una-Una, 6) Pagimana – Banggai,7) Bualemo – Banggai, 8)Lobu – Banggai, 9) Bunta – Banggai, 10) Nuhon – Banggai, 11) Mamasalato – Morowali, 12) Bungku Utara – Morowali, dan 13) Mori Utara – Morowali.
Dari catatan dan fakta di atas, pembelajaran penting adalah kita tidak perlu menghindari atau takut dengan keangkeran atau kesialan dari angka 13 supaya terhindar dari triskaidekafobia. (Amran Tambaru)