Dikepung Banjir, Dimana Fungsi Mitigasi Bencana?

Palu (03/05/19). Senin, 29 april 2019 menjelang sore, warga Desa Bangga dikagetkan dengan suara gemuruh datang dari wilayah atas pemukiman. Rupanya suara gemuruh itu bersumber dari sungai yang menyeret material pasir, lumpur dan kayu. Dengan seketika Desa Bangga dibasahi banjir setinggi 3 meter. Warga berhamburan keluar rumah mencari tempat aman dan hanya membawa pakaian yang menempel badan.

Salah satu MI Alkhaerat di Desa Bangga terendam lumpur (Foto: Ani YMP)

Diwaktu bersamaan, Desa Balongga, Walatana, Omu, Tuva turut disapu terjangan banjir lumpur/pasir bahkan akses jalan poros Palu-Kulawi di Desa Salua lumpuh tertutup timbunan longsor. Dihimpun dari informasi BPPD Sigi lebih dari 500 rumah warga mengalami kerusakan dan lebih dari 2.500 warga mengungsi mengisi tenda-tenda darurat. Menurut Asriani, (relawan YMP Sulteng) penyintas membutuhkan segera alat shalat, pakaian, air bersih, pakaian dalam, alat memasak dan sembako, ungkapnya saat memantau dan memberi bantuan air mineral pada korban bencana (1/5/19).

Di wilayah lainnya sejumlah desa di Kecamatan Momunu-Buol direndam banjir dengan ketinggian 50-60 cm. Sejumlah sosial aktivitas lumpuh. Bahkan sejumlah kelurahan/desa di Kecamatan Poso Kota, Lage dan Pamona Selatan Kabupaten Poso juga mengalami bencana yang sama setelah tiga hari berturut-turut diguyur hujan deras (Radar Sulteng, 02/05). Melihat situasi ini Sulteng masih akan terus dikepung banjir dan meningkatnya resiko bencana. Lalu dimana fungsi mitigasi bencana?

Pentingnya Manajemen Informasi Kebencanaan
Sejauh ini kebijakan tata ruang di Sulteng nampak belum begitu berperspektif bencana, ditambah lagi pendidikan kebencanaan juga belum menjadi muatan lokal di tingkat sekolah. Akibatnya pengetahuan lokal kebencanaan kian tergerus. Mirisnya sistem tanggap bencana masih jauh dari harapan sehingga saat bencana kehadiran pemerintah terkesan lambat.

Chalid Muhammad penggagas Sulteng “Bergerak” mengatakan bahwa mengingat Sulteng rawan bencana alam maka manajemen informasi kebencanaan masih perlu diperbaiki disamping perbaikan alur logistik kebencanaan.
“Saat bencana penyaluran logistik masih tersendat oleh kendala administrasi, begitu pula keamanan dijalur logistik masih belum baik bersamaan dengan koordinasi antara pusat dan daerah yang belum baik. Perlu adanya advokasi kebijakan ditingkat kabupaten dan propinsi selain mengoptimalkan dialog antara CSO dengan pemerintah agar terbangun kesepahaman pendidikan kebencanan” ujar Eks Direktur Eksekutif Walhi Nasional pekan lalu (29/04/2019). Chalid kemudian berharap kepada Pemda Sulteng agar tidak mengabaikan hasil-hasil riset CSO terkait mitigasi, ancaman kebencanaan dan tata ruang.

Hasil Riset Jangan Diabaikan
Sebelum dan pasca bencana para organisasi sipil maupun peneliti sudah banyak memberi peringatan pada Pemda Sulteng akan pentingnya mitigasi bencana berikut pengetahuan kebencanaan bagi masyarakat, mengingat daerah ini dilintasi oleh patahan Palu-Koro sehingga ancaman bencana alam sangat berpotensi tinggi, termasuk bencana Banjir Sigi saat ini. Bahkan kalangan CSO mengharapkan agar hasil-hasil penelitian yang berkaitan langsung dengan kebencanaan di Sulteng agar tidak diabaikan oleh pemda.

Deputi YMP Sulteng Zaiful akhirnya angkat bicara. ia menegaskan jika pengetahuan mitigasi bencana oleh masyarakat sangat urgen. Menurutnya secara ilmiah aspek pengaturan tata ruang dan pendidikan (baca: pengetahuan) kebencanaan terbukti mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh bencana. “Hasil riset kami (YMP Sulteng) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan lokal kebencanaan dengan resiko yang dialami. Budaya tutur terkait histori kebencanaan telah terbukti menyelamatkan masyarakat dari gempa bumi” ujar Zaiful saat menghadiri workshop bertajuk “Refleksi Kerja-kerja Kamanusiaan” di Hotel Parama Su (29/04/2019) .

YMP adalah salah satu CSO di Sulteng yang belum lama ini melakukan riset terkait pengetahuan lokal mitigasi bencana di Lembah Palu dan pesisir pantai barat Donggala. Dari hasil riset YMP Sulteng merekomendasikan agar kurikulum mitigasi bencana di level sekolah dapat segera terealisasi mengingat bahwa Sulteng masih terus dilanda bencana alam pasca tragedi hitam 28 september 2018 silam. (M.Nutfa)

Lihat Juga

Wana Lestari untuk LPHD Lampo

     Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...

Mogombo, Menata Kehidupan Sosial

     Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *