Hujan Di Hulu Banjir Di Hilir: Refleksi Banjir “Bangga” Sigi

Sigi (26/05/2019). Minggu sore, sekitar pukul 17.00 lewat 15 menit warga Desa Bangga tepatnya di Dusun I kembali dikagetkan dengan luapan air bercampur material lumpur dan kayu. Padahal disaat itu warga sedang bersiap untuk berbuka puasa di rumah dan dimasjid.

Kejadian ini bukanlah yang pertama melainkan sudah kesekian kali. Sebab belum sebulan pasca diterjang banjir pada 29 April lalu, kini Desa Bangga kembali direndam air bah setinggi 2 meter. Media-media lokal bahkan memberitakan jika penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab awal terjadinya banjir.

Dari Mana Sumber Lumpur dan Kayu?
Sejauh ini berdasarkan pemantauan dan analisis Jurnalis YMP Sulteng bahwa air bercampur lumpur disertai potongan-potongan kayu sisa penebangan adalah yang bersumber dari hulu Sungai Ore Desa Bangga.
Kayu dan lumpur yang terakumulasi selama bertahun-tahun di wilayah hulu sungai secara alami membendung air dan lumpur. Ketika curah hujan dengan insensitas tinggi dan berulang-ulang maka debit air meningkat sehingga tumpukan kayu disertai lumpur di hulu itu tidak lagi mampu menampung akumulasi debit air. Jadi akumulasi kayu dan lumpur menyatu menjadi luapan banjir yang menyapu perkampungan di wilayah hilir (Desa Bangga dan sekitrnya).

Akibatnya, peristiwa banjir pada 29 April lalu turut membawa lumpur dan kayu, serta yang terparah dialami warga Desa Bangga dan sekitarnya. Di Desa Bangga sendiri sebanyak 500 rumah rusak dan tertutupi lumpur. Lebih dari 2000 jiwa menjadi pengungsi.

Refleksi Bencana
Menanggapi persoalan ini Direktur Econesia Institute Azmi Siradjuddin mengatakan bahwa Kabupaten Sigi mesti melakukan upaya mitigasi banjir. “Reboisasi dan aturan yang ketat mengenai tata guna lahan sangat penting. Mesti di atur berapa bukaan lahan ideal untuk perkebunan dengan situasi kampung yang rawan banjir”, ungkap pria yang gemar membaca ini.

Senada dengan Azmi, Edy Wicaksono mengatakan bahwa Kabupaten Sigi penting untuk mempertajam program “Sigi Hijau” melalui manajemen tata ruang yang ideal. “Sigi seharusnya memperbanyak penataan ruang yang mesti sejalan dengan perbaikan ekosistem dan perbaikan hutan”, ungkap Manajer Pengorganisasian dan WKR YMP Sulteng pada senin siang.

Mengingat Desa Bangga merupakan wilayah rawan banjir maka langkah strategis yang dapat dijadikan solusi mitigasi banjir yaitu: (1) Melakukan reboisasi (penghijauan); (2) Pengawasan hutan dan pencegahan ilegal logging; (3) Pengaturan tata ruang berbasis mitigasi bencana; (4) Membuat sistem pengairan dan normalisasi sungai; (5) Melakukan tebang pilih atau tebang tanam; (6) membangun kesadaran lingkungan masyarakat lokal. (NFA)

Lihat Juga

Wana Lestari untuk LPHD Lampo

     Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...

Mogombo, Menata Kehidupan Sosial

     Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *