Janji Huntap

     Palu, 30/10/19, Ratusan rumah rata dengan tanah di pesisir Desa Loli Saluran hancur akibat gempa dan tsunami menimpah desa ini 28 September tahun lalu. Hanya sebagian yang mendapat Huntara, sebagian besar masih tinggal di tenda-tenda pesisir. Dan janji pembangunan Huntap (Hunian tetap) sampai sekarang tidak kelihatan pembangunannya, ungkap Sapa (nelayan Loli Saluran).

     Sapa mengisahkan bahwa pertengahan Mei 2019, warga bergotong royong membantu membersihkan lahan yang rencananya akan dibangun Huntap, warga semangat membantu pelaksana proyek pembangun rumah itu. Namun bulan demi bulan menunggu belum ada tanda-tanda kelanjutannya. Bulan Oktober lalu kami nonton baik diberita ataupun di youtube bahwa pemerintah pusat sudah mentransfer bantuan rumah untuk korban bencana pada pemerintah daerah. Hati kamipun gembira — namun kegembiraan itu sampai Pak Jokowi berkunjung ke Palu Selasa 29/10/19 – memantau Huntap, itupun hanya menyinggung Huntap di Palu dan Sigi, Kabupaten Donggala tidak sama sekali, apalagi di Desa kelahiran kami Loli Saluran – ungkap Sapa pada diskusi terbatas di pesisir pantai Saluran (27/10/19).

FGD: Nelayan Loli Saluran dan Salumbone

     Selama terjadi peristawa alam itu, Alhamdulillah bantuan dari relawan banyak membantu kami. Selain makanan, tenda, alat mandi dan alat masak kami terima – tapi maaf pelayanan dari pemerintah belum ada yang kami rasakan. Justru yang memperhatikan kita relawan dari Makasaar, pemerintah Surabaya, Manado, Malaysia dan dari relawan Palu. Relawan ERCB misalnya membawa ember yang didalam terdapat sabun, alat mandi, odol, sikat gigi. ACT membawa makanan siap saji, FPI membawakan beras, Pemerintah Surabaya memberi perahu, Saya kasi tau kumiu lebih banyak dari relawan tapi dari pemerintah belum ada, ungkap Sapa. Namun menurut ibu Ati (istri nelayan), di Desa Saluran bulan lalu dapat jatah jadup terbatas 31 orang dan sisanya kurang lebih 75 orang akan menyusul. Namun sudah berganti bulan jadup yang dinanti belum ada. Berbeda dengan yang diungkap Basri (nelayan Saumbone) – dikampungnya malah belum terima jadup sama sekali, “kumiu bersukur le ada yang so dapat. Kita belum ada sama sekali’.

       Lalu bagaimana dengan pelarangan hunian di pesisir ? Menurut Sapa, kita ini nelayan. Sejak dulu Loli Saluran adalah perkampungan nelayan. Dari zaman kemerdekaan kampong ini sudah ada. Nenek moyang kami dari dulu tinggal disini, dan hidup dari bernelayan. Kenapa kita yang dilarang? Kenapa pemerintah tidak berani melarang pembangunan hotel-hotel di pinggir pantai dan kantor-kantor pemerintah. Jangan pisahkan kami dengan laut – itu hidup kami. Mrn/Evn;Zf

Lihat Juga

Integrasi Perubahan Iklim, Hak Kesehatan dan Kekerasan Berbasis Gender untuk keadilan sosial

     Donggala, 16 Januari 2025. Lokakarya Pendahuluan Integrasi Perubahan Iklim, Hak Kesehatan Seksual dan ...

PLTA Bongka: Antara Listrik dan Air Mata di Tanah Adat*)

Oleh Amran Tambaru      Di tengah hutan yang rindang, di bawah naungan pepohonan yang ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *