Kurikulum Iklim untuk Anak

Kurikulum Iklim untuk Anak
Oleh: Herdiansyah

Suara serangga menggema saling manyahut di sisi perbukitan sepanjang pagi sampai malam hari, ketika matahari mulai bersembunyi dibalik gunung suara itu ditambah oleh suara binatang melatah, saling manyahut di pinggir sungai. Aroma bunga pohon cengkeh yang mekar semerbak menabrak penciuman dicampur aroma daun kering yang telah lama jatuh di tanah, tidak ada yang membersihkan, daun itu melayang, tertiup angin, terabaikan oleh waktu, terabaikan oleh orang sekitar, bertumpuk, dan membusuk.

Awan-awan mengapung rendah di perbukitan menyambut kedatanganku untuk kesekian kalinya di desa ini. Orang-orang sibuk menjemur kembali hasil tani mereka, bau khas cengkeh yang dijemur dipekarangan menandakan asap dapur meraka sepertinya akan mulai bergemul kembali di atap. Sebagian lainnya tidak berada dirumah karena masih berada di kebun untuk memetik dan memanen hasil kebun. Kulanjutkan perjalananku menyusuri jalan dusun salubalimbi yang Ketika itu habis hujan, jalan yang licin membuat petualanganku kali ini semakin menantang.
Gambaran penjelasan di atas seakan lekat dikepalaku sampai saat ini, bagiku sepertinya ada rasa cinta kesekian kalinya kepada tempat yang kukunjungi.

Kumatikan sejenak motor yang kukendarai untuk melihat anak-anak yang sedang mandi dan bermain di sungai. Raut wajah mereka begitu senang saat berada di sungai. Jauh dari gadjed, game, internet, tidak membuat kebahagian mereka ditelan oleh mederenisasi. Atau mungkin karena arti dari kebahagiaan itu relative, yaitu setiap orang punya penilaian berbeda tentang arti bahagia. Bagi anak-anak lampo alamlah yang membuat mereka bahagia, alam menyediakan sarana untuk menyalurkan kebahagiaan itu. Sungai, hutan, hujan, panas, lereng, bukit, terjal, landai, kebun, angin, tanah, adalah kata kunci untuk itu semua.

Tidak apa-apa tidak mengetahui nama-nama artis, problematika artis yang di bicarakan di televisi, persoalan politik, perseteruan para pengamat politik, atau apapun yang diketahui oleh orang-orang kota. Asal satu, mereka harus tahu bagaimana cara menjaga air sungai itu tetap mengalir. Mereka harus tahu bagaimana cara agar hujan tetap turun di bulan juni, mereka harus tahu bagaimana cara menjaga suara serangga yang Ketika masuk di desa mereka itu tidak hilang, dan mereka harus tahu bagaimana agar alam tetap menyediakan sarana kebahagiaan mereka, saat ini dan besok hari untuk anak cucu mereka.

Saya mulai berfikir kenapa tidak memasukkan materi Hutan Desa untuk menjaga Iklim di kurikulum belajar mereka. Atau menjadikan pelajaran muatan lokal di sekolah lampo adalah mengenal bagaimana alam lampo menjaga dan menghidupi masyarakatnya. Saya tahu ini harapan yang terlalu jauh karena menginterfensi Pendidikan terlalu dalam, tapi apa salahnya jika mencoba. Karena tanpa adanya harapan, maka tuhan tidak akan mempertemukan kita dengan takdir yang sesungguhnya.

Ku engkol Kembali sepeda motorku menuju ujung dusun, hujan yang tadi reda sepertinya turun kembali, dengan keadaan basah saya menemukan sekolompok anak yang sedang bermain di tengah guyuran hujan, orang tua mereka hanya menonton tingkah lucu anak-anaknya, tidak  memarahi atau berkata “ ayo pulang nak, nanti sakit” tidak ada, tidak ada sama sekali, yang ada suara tawa mereka yang terkekeh-kekeh karena tingkah laku anaknya yang bermain kelereng di tanah yang berlumpur.

Kali ini saya benar-benar yakin bahwa adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk jangka Panjang tidak cukup hanya mengenalkannya pada orang dewasa, tapi juga kepada anak-anak, karena mungkin dengan cara itu di hari esok anak-anak inilah yang akan menjadi garda terdepan dalam merawat alam lampo.

Menjadikan alam sebagai sarana bermain telah paripurna untuk anak-anak lampo dan secara universal di penjuru desa. Hal yang menjadi pekerjaan selanjutnya adalah membentuk paradigma mereka bahwa alam adalah sepeti ibu untuk mereka, yang akan memberikan segalanya tanpa meminta apapun. Salah satu pilihan yang ditawarkan adalah dengan cara menjadikan kurikulum iklim sebagai perangkat mata pelajaran sekolah.

Lihat Juga

KARAMHA Sulteng Dorong Hutan Adat Masuk Dalam Perda Tata Ruang

PALU – Berbicara tentang Hutan Adat, Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Hukum Adat (KARAMHA) ...

Tidak Diganggu Saja Tau Taa Bisa Hidup Baik

     13 Agustus 2022, bertempat di Balai Pertemuan Lipu Kasiala Kabupaten Tojo Una-una dilaksanakan ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *