Memeriksa Kerentanan dan Serapan Karbon Desa Lampo

Donggala, (22/10/2019). Desa Lampo merupakan salah satu pilot project pengembangan role-model ProKlim (program kampung iklim) ditingkat tapak yang memiliki nilai tambah dalam Perhutanan Sosial. Agar mendapat dukungan yang lebih besar dari para pemangku kepentingan diperlukan data yang cukup untuk membaca situasi Desa Lampo dalam rentan waktu beberapa tahun terakhir melalui study dasar terkait pendataan aksi lokal adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Untuk mempertegas dan memperkuat temuan hasil studi dasar yang dilakukan masyarakat yang didampingi oleh YMP Sulteng, maka dilakukan coaching clinic pada 22 Oktober 2019 di Desa Lampo. Strategic Engagement Director Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, mengatakan Coaching clinic ini merupakan upaya pemeriksaan bersama mengenai kondisi lingkungan, serta untuk menyusul profil kerentanan yang dijadikan sebagai dasar untuk merencanakan agar bumi kita ini bisa lebih baik.

Dalam sambutannya itu Nadia mengungkapkan bahwa substansi Coaching clinic di Desa Lampo bertujuan untk belajar bersama dan berbagi pengalaman mengenai pentingnya menjaga hutan dan konstribusi masyarakat agar bumi tidak menjadi lebih panas. Mengingat bahwa saat ini Sulteng sangat rentan bencana alam, maka diharapkan agar masyarakat dan pemerintah harus lebih waspada dan harus tahu bagaimana menjaga keseimbagan alam untuk meminimalisir resiko dampak bencana dan bagaimana bisa pulih kembali.

Kepala Desa Lampo, Wahyudin, dalam sambutannya mengatakan bahwa pemerintah desa sangat mendukung program yang menyangkut kemaslahatan hidup masyarakat dan program menjaga kelestraian hutan. Sebab, kerusakan hutan sama dengan kehanjuran desa. Ia berharap agar LPHD Lampo bisa menjaga dan melestarikan hutan desa yang sedang dikelola.

Ir. Tri Widayati, M.T

Senada dengan itu Ir. Tri Widayati, M.T (Kasubdit Adaptasi Ekologi Buatan, Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), mengungkapkan fenomena bumi. Menurutnya, sekarang kita terperangkap oleh adanya pemanasan yang sifatnya meluas untuk seluruh bumi. Karena makin banyak bahan pencemar yang menahan sinar matahari tidak lepas ke atmosfir sehingga kemudian memanaskan bumi. Inilah yang disebut gas rumah kaca, yang menghalangi kita untuk mendapatkan udara segar. “Kami mendukung apa yang disebut kepala desa dengan menjaga hutan. Perilaku tersebut bisa berkontribusi agar suhu permukaan bumi kita bisa stabil dan bumi tidak panas lagi” ungkapnya. (Nut/Zf)

Lihat Juga

KARAMHA Sulteng Dorong Hutan Adat Masuk Dalam Perda Tata Ruang

PALU – Berbicara tentang Hutan Adat, Koalisi Advokasi untuk Rekognisi Hak Masyarakat Hukum Adat (KARAMHA) ...

Tidak Diganggu Saja Tau Taa Bisa Hidup Baik

     13 Agustus 2022, bertempat di Balai Pertemuan Lipu Kasiala Kabupaten Tojo Una-una dilaksanakan ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *