(Palu.13/1/2016), Pelibatan masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Desa (RTRWDes) merupakan hal yang diprioritaskan, hal tersebut tersebut diungkapkan DR. Wildani Pingkan yang didapuk sebagai narasumber dalam diskusi RTRWDes. Diskusi yang dilaksanakan di kantor Yayasan Merah Putih (YMP) ini mengungkapkan bahwa pembangunan desa yang diharapkan akan menghasilkan desa yang tertata rapi, bersih, produktif, aman, dan nyaman, baik bagi masyarakat desa maupun orang lain yang berkunjung ke desa tersebut.
Untuk itu menurut akademisi Untad ini, langkah awal yang mesti dilakukan dalam proses penyusunan rencana ruang desa adalah menggali pengetahuan masyarakat terkait tata guna lahan yang selama ini mereka praktekkan. Selain itu dalam perencanaan ruang desa juga harus memunculkan keunikan yang dimiliki desa tersebut. “Setiap desa memiliki keunikan tersendiri dan itu begitu penting untuk dimunculkan sehingga hal tersebut bisa menjadi daya tarik desa tersebut,” jelasnya
Harapan lainnya dari RTRWDes adalah adanya ketersediaan ruang yang bisa dikelola oleh masyarakat dengan melihat pertumbuhan penduduk desa tersebut. Untuk itu, yang harus di perhatikan dalam pembuatan RTRWDes adalah proyeksi perencanaan penggunaan ruang desa minimal 20 tahun.
Menyambung penjelasan dari narasumber, Natsir salah satu CO YMP yang mendampingi Desa Kajulangko, menjelaskan bahwa Desa Kajulangko telah memiliki perdes tentang tata ruang dan di kabupaten tojo una una dan telah ada peraturan bupati tentang kewenangan desa.
Wildani menjelaskan bahwa tata ruang itu kaitannya hirarki dari nasional, propinsi dan kabupaten sampai ke desa. “jadi harus koordinasi, hirarki tidak boleh bertabrakan namun bukan berarti memerintahkan” karena tata ruang nasional di buat berdasarkan hasil existing dan ploting yang informasinyaa diperoleh dari bawah.
Pertanyaan kemudian muncul dari aktivis YMP lainnya, dengan memberikan contoh tentang proyek pembangunan yang tidak sesuai RTRW yaitu Kota Terpadu Mandiri yang tidak ada dalam RTRW Propinsi dan Kabupaten, termasuk pola ruang yang Desa Podi Kabupaten Tojo Una una di dalam RTRW sebagai kawasan rawan bencana namun pemerintah memberikan izin pertambangan biji besi,”artinya pemerintah melanggar peraturan yang di buat sendiri, itu bagaimana?” tanya zaiful, Narasumber yang lulusan arsitektur ini menjelaskan, bahwa ada yang namanya audit tata ruang dan desa dapat berjuang menyurat ke kementrian dan ditembuskan ke daerah untuk memberi informasi tetang kondisi yang ada dengan argumen yang kuat karena ada revisi tata ruang setiap 5 tahun sekali.
Dalam diskusi sore itu juga dilakukan pemutaran film tata ruang yang baik dengan mengambil contoh salah satu desa di Belanda. Penataan ruang desa negeri kincir angin tersebut menampilkan bagaimana pembangunan infrastruktur yang bisa memberikan kenyamanan kepada masyarakatnya. Misalnya, ada pembagian jalur berkendara antara mobil dan sepeda serta kereta api. Terutama perencanaan ruang desa harus di buat sesuai kebutuhan masyarakat. Pertanyaan lain kemudian muncul dari Badri aktivis YMP dari ampana, mempertanyakan bagaimana merancang penataan ruang jika desa tersebut rawan bencana?, Ibu yang juga gelar doktornya dari pembangunan pedesaan ini menjelaskan sesungguhnya penataan ruang desa harus memiliki mitigasi bencana, misalnya dengan memiliki ruang evakuasi ataupun di desa memasang informasi tanda – tanda bencana dan sebagainya.
Diakhir diskusi yang di fasilitasi oleh edy wicaksono selaku Koordiantor Program CBFM YMP, terungkap bahwa penataan ruang desa yang dilakukan oleh masyarakat sendiri akan menghasilkan kemandirian masyarakat dalam merencanakan, memanfaatkan, dan mengendalikan ruang. Harapannya parapihak dapat mendukung tidak hanya kalangan akademisi dan LSM namun pemerintah sebagai pengambil kebijakan dapat membantu mewujudkan kemandirian desa. Olehnya, desa sebagai pusat peradaban manusia tidak memerlukan investor, namun dengan adanya penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan desa akan menuju kesejahteraan. Semoga. (Kiki)