Palu (23 Juni 2015), Pada tahun 2015 ini, pemerintah mencanangkan distribusi lahan seluas sembilan juta hektar dan mengalokasikan hutan minimal 12,7 juta hektar buat rakyat. Guna mempercepat perluasan wilayah kelola rakyat dan pengakuan hutan adat ini perlu dibangun kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil, ungkap Kiki Rizmi Amalia. Menurut Koordinator Program dan Perubahan Iklim (KLIMA) Yayasan Merah Putih ini, bahwa pada level daerah Provinsi Sulawesi Tengah, dari beberapa kali pertemuan dengan para pihak disepakati masing-masing pihak yang bekerja di wilayah-wilayah yang siap diusulkan baik melalui skema perhutanan sosial maupun hutan adat untuk secara baik menyiapkan data-data luasannya, sehingga sulteng sendiri bisa mengetahui berapa luasan yang di kontribusikan untuk percepatan perluasan wilayah kelola rakyat.
Adapun upaya yang dilakukan dalam mempercepat perluasan wilayah kelola rakyat khususnya di Sulteng adalah menuju ke tahapan impementasi kebijakan satu peta, dimana satu peta untuk menjadi rujukan para pihak, dan peta – peta yang di buat secara partisipatif oleh masyarakat untuk wilayah kelolanya dapat terakomidir dalam satu peta sulawesi tengah untuk meminimalisir terjadinya konflik tumpang tindih lahan.Klima sebagai program hutan dan perubahan iklim di Yayasan Merah Putih hingga saat ini masih terus mendorong kebijakan satu peta (One Map Policy) untuk Sulawesi Tengah. Kebijakan satu peta ini dimaknai sebagai satu standar, satu referensi, satu database dan satu geoportal.
Keberadaan program Klima tersebut merupakan upaya pemberdayaan masyarakat untuk perlindungan hak-hak atas akses masyarakat terhadap sumber daya hutan yang dimilikinya. Dalam mendorong kebijakan satu peta, beberapa tahapan sudah dilalui mulai dari diskusi dengan beberapa pihak terkait kesiapan pemerintah terhadap implementasi kebijakan itu.“Beberapa waktu lalu kami telah melakukan diskusi diantaranya melakukan dialog publik untuk promosi wilayah kelola rakyat, dan terkait kebijakan satu peta”, terangnya. Sedangkan upayanya ditingkat masyarakat, yaitu mempersiapkan tiga desa untuk menjadi wilayah adat. Dua diantaranya terletak di Kabupaten Parigi Moutong yaitu Desa Pebounang, Kecamatan Palasa, dan Desa Lombok Barat, Kecamatan Tinombo dan terdapat pula di Kabupaten Sigi, Kecamatan Kulawi yaitu di Desa Sungku. Adapun hasil dari proses dampingan ketiga desa tersebut kini sudah melakukan pemetaan wilayah adat dan kedepannya hutan sebagai kelola rakyat yang diusung melalui wilayah adat dan melalui metode skema perangkat sosial diharapkan mampu mencapai hasil yang memuaskan sehingga berdampak positif pula bagi masyarakat adat. (RIA)
Lihat Juga
Wana Lestari untuk LPHD Lampo
Palu, 4/7/23. Alhamdulillah, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo ditetapkan sebagai pemenang ...
Mogombo, Menata Kehidupan Sosial
Tau Taa Wana Posangke merupakan masyarakat dengan ikatan kekerabatan kuat, interaksi sosial yang ...