PALU, MERCUSUAR-Saat ini di Sulteng sudah ada beberapa kepala daerah mengeluarkan kebijakan terkait wilayah adat, namun masih dianggap kurang sebab dari beberapa regulasi yang ada, masih ditemukan ketidaksinkronan kordinasi pemerintah antar sektor, antar kebijakan yang dihadirkan dan koordinasi pusat-daerah.
Itu disampaikan dalam latar belakang workshop bertemakan Membangun Sinergi Organisasi Masyarakat Sipil dan Para Pihak dan Para Pihak untuk Mendorong Percepatan Pengakuan Wilayah Adat dan Perluasan Wilayah Kelola Rakyat di Sulteng, yang akan diselenggarakan hari ini, Senin-Selasa (28-29/3/2016) di Hotel Jazz Palu.
“Kami masih menemukan banyak kendala pada upaya percepatan dan dorongan perluasan pengakuan hak-hak masyarakat atas ruang, begitu halnya dengan penyelesaian konflik pertanahan masih berjalan lambat,” terang Ketua Panitia, Feraa Rifni Nusa, Minggu (27/3/2016).
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yakni SLPP Sulteng, BRWA Sulteng, Walhi Sulteng, dan AMAN Sulteng melakukan kegiatan tersebut, untuk mengidentifikasikan faktor pendukung dan penghambat percepatan pengakuan wilyah adat dan perluasan wilayah kelola rakyat baik level nasional maupun sub nasional.
“Kami juga meminta akan meminta komitmen dan dukungan para pihak terutama pemerintah daerah dan akademisi untuk mendukung agenda OMS di Sulteng. Ada rumusan strategi bersama percepatan pengakuan wilayah adat dan rumusan rencana aksi dari kegiatan tersebut,” terang Ferra.
Sebagai informasi saat ini dalam kerangka hukum di Sulteng, telah beberapa regulasi lokal berkaitan dengan persoalan tersebut, seperti Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman FPIC REDD+ Sulteng, Perda Kabupaten Morawali Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Wana di Kabuten Morowali.
Lebih lanjut, Perda Kabupaten Sigi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Sigi serta Keputusan Bupati Sigi Nomor 189 1-521 Tahun 2015 tentang pengakuan dan Perlindungan MHA To Kaili dan To Kulawi di Kabupaten Sigi.
Percepatan pengakuan hak adat, penurunan jumlah konflik tenurial juga menjadi indikator kinerja utama tercantum dalam dokumen Strategi Daerah REDD+ Sulawesi Tengah ( Pergub Sulteng Nomor 36 Tahun 2012; Strategi Daerah REDD+ Sulteng)
Sumber : Mercusuar Edisi 28 Maret 2016