Banggai, Metrosulawesi.com – Sebuah perusahaan kayu di Kabupaten Banggai mengancam mata pencaharian masyarakat Desa Toima dan desa Toili, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai.
Aktivis Yayasan Merah Putih (YMP) Kabupaten Banggai Anchu mengatakan, masyarakat di dua desa tersebut erat kaitanya dengan wilayah hutan misalnya berburu, menyadap damar, mencari rotan, dan lain sebagainya.
Namun, sejak adanya perusahaan kayu beroperasi di dua desa tersebut, mata pencaharian masyarakat menjadi terancam akibat mengecilnya wilayah kelola hutan masyarakat.
Menurutnya, merusahaan tersebut beroperasi sejak tahun 2006 silam mengolah kayu di Desa Toima dan Desa Toili, hingga Desa Balean, Kecamayan Lobu.
Namun perusahaan yang luas konsensinya kurang lebih 5000 hektare itu, hingga kini tidak malaksanakan kewajibanya melakukan sosialisasi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) kepada masyarakat setempat.
Selain berdampak pada mengecilnya wilayah kelola hutan masyarakat, ancaman banjir dan longsor juga kerap menghantui masyarakat sekitar.
“Tahun 2014 bulan Mei terjadi banjir dan longsor. Masyarakat resah lalu melakukan protes. Waktu itu ada sembilan desa melakukan unjuk rasa ke DPRD Banggai, namun kesepakatan waktu itu tidak ada tindaklanjunya hingga saat ini,” ujar Anchu, Minggu (6/9/2015).
Anchu mengatakan, Koalisi Masyarakat Tepian Hutan (KATUMPUA) bersama YMP pernah mendatangi Dinas Kehutanan menanyakan dokumen izin perusahaan tersebut dalam mengelolah kayu di dua desa tersebut. Namun Dinas Kehutanan enggan memberikan jawaban.
“Dinas Kehutanan enggan memberikan jawaban apakah perusahaan itu ada izin atau tidak,” kata Anchu.(jose rizal)
sumber : www.metrosulawesi.com
[wptab name=’File PDF Metro Sulawesi’][/wptab] [end_wptabset]