SETELAH dua tahun pasca pengusulan hutan adat yang diajukan masyarakat adat Wana Posangke ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akhirnya di penghujung tahun 2016 perjuangan untuk mendapatkan pengakuan atas hutan hak mereka terwujud.
Hal tersebut diakui melalui penetapan hutan adat Wana Posangke yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, melaui SK. 6747/Menlhk-pskl/kum. 1/12/2016 tentang penetapan hutan adat Wana Posangke, dengan luas 6.212 hektar
Sebagaimana diketahui sebagian besar hutan adat Wana Posangke masuk dalam kawasan Cagar Alam Morowali. Artinya setelah adanya penetapan hutan adat ini, maka hutan yang selama ini berada di wilayah adat Wana Posangke tidak lagi menjadi hutan negara. Sesuai dengan putusan MK 35/2012 bahwa hutan adat bukan hutan negara.
Penyerahan penetapan hutan adat tersebut diserahkan langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (30/12), kepada perwakilan komunitas Wana Posangke bersamaan dengan tiga hutan adat lainnya, yaitu Marga Sarampas di Jambi, Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan, dan Kasepuhan Karang di Banten.
Penetapan hutan adat ini salah satu wujud dari program nawacita. Jokowi dalam sambutannya mengungkapkan bahwa ini adalah langkah awal pemerintah untuk menetapkan hutan adat. Karena, masih banyak masyarakat adat lainnya. Diharapkan, adanya kerjasa-ma antar instansi pemerintah dalam upaya penetapan hutan adat ke depan.
Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rapat kerja teknis hutan adat di Santika Hotel Jakarta, Rabu (28/12), mengungkapkan, penetapan hutan adat ini untuk menjamin ruang hidup masyarakat adat, pelestarian hutan dan sebagai penyelesaian konflik. “Saya harap komunitas adat yang telah mendapatkan pengakuan hutan adatnya tetap menjaga kelestarian hutannya” harapnya.
Komunitas Wana Posangke mengungkapkan rasa syukur atas kepercayaan pemerintah kepada mereka untuk mengelola hutan adatnya. “Kami lega akhirnya pemerintah menepati janjinya mengakui hutan adat kami. Pemerintah tidak perlu ragu, karena hutan adalah lahan hidup kami. Jadi, kami pasti menjaganya, “tegas Sora alias Indo Ija, perwakilan komunitas Wana Posangke, usai penerimaan SK.
Sementara, Amran Tambaru, selaku Direktur Yayasan Merah Putih yang selama ini mendampingi masyarakat adat Wana Posangke dalam berjuang memperoleh haknya, mengapresiasi pemerintah yang telah menetapkan hutan adat Wana Posangke, meskipun menyayangkan penciutan luas hutan adat yang diusulkan. “Walaupun luasan yang ditetapkan hanya seperempat dari usulan awal komunitas, diharapkan ini bisa menjadi pembelajaran para pihak termasuk pemerintah daerah, bahwa dibutuhkan komitmen dan keberpihakan ke masyarakat adat untuk suatu pengakuan hak, “paparnya. (*/tam)
sumber : Radar Sulteng Edisi 31/12/2016