Pemerintah Daerah Sulawesi tengah (Sulteng) menyahuti Rencana Aksi Nasional Badan Pengelola Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (BP-REDD+) tentang upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca. Dengan adanya kerjasama antara BP-REDD+ dengan Pemda Sulteng dalam hal penanganan perubahan iklim, bisa menekan angka kerusakan lingkungan disektor hutan. Pemerintah juga mengharap peran aktif semua pihak untuk merealisasikan dan mengawal implementasi REDD+ di Sulteng.
Kepala Bidang Kerjasama dan Infrastruktur Bappeda Sulteng, Ardin Tayieb mengatakan bahwa perlu ada keseriusan dari semua pihak dalam memberikan perhatian perubahan iklim. “ini (pencegahan perubahan iklim) bukan hanya menjadi tanggung jawab salah satu istansi, melainkan kita semua, termasuk masyarakat maupun pengusaha,” kata Ardin dalam Workshop Asosiasi Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK) Region Sulawesi
Didepan para peserta yang berasal dari Perguruan Tinggi yang ada di Sulawesi, Ardin menyampaikan bahwa dalam mengimplementasi skema REDD+ harus ada sinergitas antara pemerintah, Akademisi, Pengusaha, Masyarakat, dan juga organisasi masyarakat sipil. “Pemerintah selaku pemangku kebijakan perlu membangun komunikasi yang intens antar pihak. Manajemen kolaboratif mesti dipakai jika menginginkan adanya bentuk konkrit dari REDD+ itu sendiri,” ujar Ardin
System birokrasi, lanjutnya, harus bekerjasama agar penurunan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim yang semakin ekstrim bisa dicegah sedini mungkin. Keterlibatan para pemangku kepentingan, menurutnya, akan membuat segala apa yang kita harapkan bisa berjalan baik dan lebih mudah. “dengan demikian, REDD+ bisa menumbuhkan ekonomi dan pembangunan daerah yang berwawasan ekologis”
Ardin juga mengakui bahwa skema REDD+ sampai sekarang ini masih hangat diperbincangkan ditengah arus politik nasional maupun daerah, dimana kebijakan dan regulasi terkait kehutanan seakan diabaikan hanya karena investasi dan prospek pengembangan daerah. “ Namun itu semua tidak perlu dipermasalahkan. Yang penting tata kelola hutan yang baik akan menjadikan daerah kita dan masyarakat pada khususnya menjadi lebih sejahtera.
Ardin menyampaikan materinya pada kegiatan workshop yang dihadiri oleh para akademisi dari perwakilan Perguruan Tinggi se-Sulawesi (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo) yang dilaksanakan di Palu 20-21 Oktober 2014. Workshop tersebut menghasilkan bahwa Perguruan Tinggi yang ada di region Sulawesi perlu memantau dan mengawal jalannya implementasi REDD+. Sebab, keterlibatan akademisi dalam REDD+ menjadi suatu keharusan.