Kabut Asap Sumatra Menyandera Hutan Indonesia

“Di saat hari ini (12 Maret) kita berkumpul bersama di Padang untuk menyelematkan hutan Indonesia dan dunia, tetangga dekat kita di Riau justru berjibaku hari demi hari untuk melawan kabut asap akibat kebakaran hutan, tentu ini peristiwa yang menohok nurani kita semua”, ujar Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Stig Traavik, saat membuka Seminar Internasional tentang penyelematan hutan tropis dunia.

stig traavik
Insert Foto : Stig Traavik (Duta Besar Norwegia Untuk Indonesia)

Seminar internasional ini merupakan rangkaian kegiatan dari pertemuan global mitra RFN terkait REDD+, implementasinya dan kaitannya dengan tata kelola hutan dan lahan. Yang akan berlangsung dari tanggal 12 hingga 16 Maret 2014 di Padang dan di Solok Selatan, Provinsi Sumatra Barat.

Sementara itu, Kepala Badan Pelaksana REDD+ Indonesia, Ir.Heru Prasetyo, MBA., menyatakan bahwa hutan Indonesia benar-benar dalam keadaan emergensi. Setia 2 hari sekali, kita kehilangan hutan seluas semenanjung Manhattan di New York, Amerika Serikat. Dalam setiap detik, kita kehilangan hutan seluas satu kali lapangan tenis Senayan di Jakarta. Oleh sebab itu, komitmen untuk menurunkan emisi dari antara 26% hingga 41% di sektor hutan, bukan dimaksudkan untuk menjemput gelontoran dana global.

Tapi, demi menyelamatkan hutan kita sendiri, tempat di mana ratusan spesies tumbuhan dan hewan hidup bergantung di dalamnya. Di mana ratusan komunitas yang hidup di dalam dan di sekitar hutan terancam hilang, jika kita tidak menyelamatkan hutan kita sendiri. Salah satu cara menyelamatkan hutan Indonesia, adalah dengan melindungi kepentingan mahluk hidup yang bergantung terhadap keberlangsungan sumber daya hutan, ujarnya lagi.

Problem lain dari hutan kita ialah korupsi sistem di urusan kehutanan. Selain itu tata ruang yang buruk dan didominasi oleh kepentingan ekonomi ekstraktif. Penegakan hukum yang lemah, menyebabkan makin rentannya komunitas-komunitas hutan di Indonesia akan semakin terancam, dan bahkan punah, ungkapnya lagi. Bayangkan selama 12 tahun terakhir ini, kita hanya mampu melakukan pengukuhan hutan hanya 12%, dari total 50 juta hektar hutan yang masih tersisa. Ini berarti, konflik tenurial dan ancaman penyingkiran terhadap komunitas-komunitas hutan akan tetap tinggi di Indonesia. Jika pengukuhan hutan tidak berjalan baik, ujarnya, menutup prsentasinya.

Tak lupa dia mengingatkan bahwa, sebatang pohon pun akan tumbuh dan berkembang mulai dari bawah, dan bukan dari atas. Oleh karena itu, pembangunan kehutanan harus diubah paradigmanya. Bukan dari atas lagi, tapi bertumpu pada kebutuhan dari bawah, dari level masyarakat. Jangan biarkan alam kita dan planet satu-satunya kita tinggal, akan musnah karena ulah kita sendiri, ucapnya menutup pembicaraan hari ini.

Pertemuan global mitra – mitra RFN sendiri dihadiri oleh mitra dari 5 benua termasuk dari Indonesia. Selain seminar, dialog dan lokakarya, juga akan dilakukan kunjungan lapangan ke Simancuang. Untuk melihat lebih dekat praktek cerdas masyarakat setempat dalam mengelola dan memanfaatkan hutan berdasarkan tradisi dan kearifan Minang. Harapannya, kunjungan lapangan itu akan memberikan pembelajaran dan pengalaman baru bagi pihak luar yang datang berkunjung.*[Azmi]

Lihat Juga

MASYARAKAT BALEAN TERIMA SK HUTAN DESA

(Jakarta, 26/10/2017),Presiden Jokowi menyerahkan SK Hutan Desa Balean kepada Ketua lembaga pengelola hutan Desa Balean, ...

Peta Jalan Hutan Adat Sulteng Disusun

Palu, Metrosulawesi – Sejumlah organisasi masyarakat sipil, komunitas adat bersama pemerintah daerah serta unit pelaksana ...