SETELAH melalui perjalanan panjang penuh berliku, Skola Lipu akhirnya bisa diterima keberadaannya dan diakui Pemerintah Kabupaten Morowali Utara.
Pemkab Morowali Utara akan mengusulkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar Skola Lipu dapat diakui dan masuk bidang pendidikan layaknya sekolah umum lainnya.

Wakil Bupati Morowali Utara, Moh Asrar Abd Samad, sangat mengapresiasi aksi dari Yayasan Merah Putih sehingga dapat membangun Skola Lipu secara swadaya di Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara.
“Ini merupakan aksi sosial yang sangat berarti bagi anak-anak Tau Taa Wana. Harus kita dukung dan kita perjuangkan sehingga bisa diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Asrar saat berbincang dengan Media Indonesia.
Skola Lipu, bagi Asrar, sangat membantu masyarakat Tau Taa Wana di seluruh lipu yang ada di Desa Taronggo. Pasalnya, setelah masyarakat adat tersebut mengetahui baca, tulis, dan berhitung melalui Skola Lipu pasti akan mudah bagi mereka untuk berinteraksi dengan masyarakat di luar lipu mereka.
Selain itu, mereka tidak jadi objek pembodohan lagi bagi pengepul jika mereka hendak menjual hasil buminya yang diperoleh dari lingkungan lipu maupun dari hutan.
“Pekerjaan utama mereka bertani ladang, mencari damar, dan berkebun. Nah, hasilnya itu biasa mereka tukar atau jual dengan pengepul yang sering datang ke Desa Taronggo. Dulu kalau mereka melakukan transaksi selalu ada yang dibodohi karena tidak tahu membaca dan berhitung. Sekarang banyak dari mereka yang sudah pintar dan tidak lagi jadi objek pembodohan,” cerita Asrar.
Skola Lipu, bagi Asrar, sangat menjawab segala kebutuhan yang selama ini diinginkan masyarakat Tau Taa Wana yang hanya hidup di lipu-lipu Desa Taronggo.
“Karena ini sangat berguna, maka harus segera diakui dan diperhatikan pemerintah. Saya akan perjuangkan Skola Lipu dan dalam waktu dekat, saya akan menghadap ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membicarakan Skola Lipu. Nanti saya akan bawa semua dokumentasi foto maupun video Skola Lipu biar bisa disaksikan secara langsung oleh orang-orang di kementerian,” ungkap Asrar.
Selain pengakuan yang diharapkan, Pemkab juga sangat mengharapkan setelah adanya pengakuan bisa dibarengi dengan pemberian bantuan dalam bentuk apa pun sehingga Skola Lipu bisa terus bertahan.
“Di sana peserta didiknya belum mengenakan seragam sekolah. Alat-alat yang digunakan dalam sekolah pun tidak sesuai. Makanya ini semua akan kami sampaikan biar kementerian bisa memberikan bantuan. Paling tidak bantuan mereka nantinya bisa bertahap hingga memberikan pengajar yang benar-benar linear,” imbuh Asrar.
Manajer Informasi dan Kampanye Yayasan Merah Putih, Kiki Rizki Amelia, menyambut hangat apresiasi yang diberikan Pemkab Morowali Utara.
“Kami akan menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan oleh Pemkab tentang Skola Lipu, kami siap jika diminta untuk mendampingi ke kementerian,” ujar Kiki.
Sejauh ini, Yayasan Merah Putih sudah banyak mengumpulkan dokumentasi tentang Skola Lipu. Mulai dari awal berdirinya hingga saat ini. Bahkan, penyusunan konsep pembelajaran, termasuk kurikulum dan tenaga pengajar Skola Lipu sudah dimatangkan tim khusus yang dibentuk yayasan tersebut. “Skola Lipu nantinya bukan hanya sekadar sekolah kampung biasa. Dimasa mendatang, Skola Lipu harus bisa bersaing dengan metode dan penerapan pembelajaran sekolah umum lainnya. Namun, tidak menghilangkan roh Skola Lipu sebenarnya,” jelas Kiki.
Saat ini proses belajar di Skola Lipu sudah meningkat. Proses belajar anak-anak menggunakan pensil, pulpen, dan buku. Bahkan, pengajarnya sudah menggunakan papan tulis dan kapur tulis. Hal menggembirakan, lanjut Kiki, saat ini anak-anak berada di komunitas adat Tau Taa Wana. (TB/N-3)
Sumber : Media Indonesia Edisi Cetak 13 April 2016 & e-papaper