Sanksi Adat Terhadap Balai Besar TNLL Bisa Jadi Yurisprudensi Hukum

YMP News, Palu– Tekanan massa petani Dongi-Dongi terhadap pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu pada hari Selasa 27 Januari 2014, membuahkan hasil. Dalam aksi massa untuk bersolidaritas atas penangkapan 13 orang petani, massa yang berjumlah lebih dari 1000 orang berhasil memaksa pihak Balai membebaskan rekan-rekan mereka yang sebelumnya ditahan. Penangkapan dan penahanan 13 orang petani dilakukan oleh aparat gabungan Taman Nasional, TNI dan Polri, pada hari Senin 26 Januari 2014, di lembah Dongi-Dongi. Alasan penangkapan aparat gabungan sama sekali tidak masuk akal. Masyarakat ditangkap dan ditahan dengan alasan melakukan aktivitas di dalam kawasan konservasi. Padahal, sampai hari ini, batas-batas kawasan Taman Nasional belum sepenuhnya dituntaskan. Klaim sepihak justru sering datang dari pihak Balai terkait batas maupun zonasi Taman Nasional. Meskipun realitasnya dari total luasan kawasan konservasi yang mencapai 217.991 Ha (berdasarkan website resmi pihak Balai www.lorelindu.info), belum semuanya telah ditata batas oleh pihak Kementrian Kehutanan.

Bahkan luas wilayah kerapkali berbeda dicantumkan oleh pemerintah. Di website kementrian kehutanan misalnya, dituliskan bahwa; dinyatakan Menteri Pertanian, tahun 1982 dengan luas 231.000 hektar. Kemudian ditunjuk Menteri Kehutanan pada tahun 1993 dengan SK No. 593/Kpts-II/1993, seluas 229.000 hektar. Selanjutnya ditetapkan Menteri Kehutanan, SK No. 646/Kpts-II/1999 luas 217.991,18 hektar. Perbedaan luasan yang berbeda di masing-masing instansi pemerintah terkait Taman Nasional Lore Lindu, menjadi salah satu penyebab ketidak pastian luas sesungguhnya.

Karena itulah, penangkapan petani yang sedang beraktivitas di kebun kakao di pinggiran hutan, memantik reaksi keras dari seluruh petani di lembah Dongi-Dongi. Penangkapan tersebut selain melanggar hukum sebab objek hukum yang disengketakan belum jelas batas-batasnya. Juga melanggar hak azasi manusia, karena penangkapan sewenang-wenang pada saat orang melaksanakan aktivitas ekonominya.

Lembaga Adat Dongi-Dongi yang turut serta dalam aksi massa tersebut di Palu, meminta petani dibebaskan. Selanjutnya, mereka menjatuhkan sanksi adat berupa 1 ekor kerbau, sejumlah dulang berdasarkan jumlah pihak yang dikenai sanksi (givu) adat. Pihak tersebut adalah Balai, Gubernur, Ketua DPRD Sulteng, Kapolda, Bupati Sigi, Ketua DPRD Sigi dan Kapolres Sigi. Juga sejumlah kain sarung sesuai jumlah pihak yang dikenai sanksi. Plus dana 10 juta untuk pengganti biaya kongres Forum Petani Merdeka (FPM) Dongi-Dongi yang terpaksa terhenti sementara waktu karena penangkapan itu.

Rencananya, prosesi sidang adat untuk penjatuhan sanksi, akan dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 1 Februari 2014, di lembah Dongi-Dongi, di Kecamatan Nokilalaki, Kabupaten Sigi. Dengan menghadirkan seluruh pihak tergugat (Kepala Balai, Gubernur, Kapolda, Ketua DPRD Sulteng, Bupati Sigi, Ketua DPRD Sigi dan Kapolres Sigi). Persidangan adat itu nantinya akan menjadi perhatian besar masyarakat Sulawesi Tengah. Karena, jika persidangan itu berhasil dilaksanakan, maka akan menjadi yurisprudensi hukum di Sulawesi Tengah. Di mana hukum adat disepakati ditempuh untuk menyelesaikan sengketa atau konflik tenurial hutan. Ketimbang membawa persoalan itu ke ranah hukum formal negara.

Lihat Juga

Usulan Hutan Adat Diserahkan ke KLHK

TOUNA, MERCUSUAR – Masyarakat adat Tau Taa Wana Una di Kabupaten Tojo Una-una (Touna), Selasa ...

MASYARAKAT BALEAN TERIMA SK HUTAN DESA

(Jakarta, 26/10/2017),Presiden Jokowi menyerahkan SK Hutan Desa Balean kepada Ketua lembaga pengelola hutan Desa Balean, ...