Skolah Lipu bukan sekedar belajar Calistung

Morowali Utara (9/6/15),Sebanyak lima layanan Skola Lipu yang didampingi Yayasan Merah Putih (YMP), di Kabupaten Morowali Utara letaknya di lipu Salisarao, Viautiro, Sumbol, Kondo dan Marisa, saat ini Lipu Salisarao lah yang menjadi percontohan Skola Lipu yang ada di Desa Taronggo, Kecamatan Bungku Utara. Koordinator Program Skola Lipu Abd. Ghofur (35) mengungkapkan, bahwa komunitas adat yang berada  di Lipu Salisarao relatif belum pernah mengenyam dunia pendidikan, sementara kemauan komunitas cukup tinggi.

Untuk keberlanjutan Skolah Lipu, strategi yang digunakan adalah dengan melibatkan orang lokal untuk bersedia menjadi  tenaga pengajar. Tenaga lokal diproyeksikan yang bisa menjadi guru di Lipu dan disetujui oleh komunitasnya. Untuk penguatan kapasitas pengajar, YMP melakukan penjaringan dan asistensi berupa pendampingan. Adapun pendamping yang bertanggungjawab yaitu Nuraini di Lipu Salisarao, Viautiro, Sumbol dan Muh. Zar’an di Lipu Kondo dan Marisa.

Lipu Salisarao dibangun atas swadaya masyarakat dan juga difasilitasi YMP tersebut, mulai diuji coba sejak tahun 2012 yang diikuti 10 murid sedangkan proses belajar mengajar (PBM) secara intensif baru dilakukan. Tahun 2013 siswa yang mengikuti pembelajaran berjumlah 16 orang murid. Meskipun tenaga pengajarnya hanya satu orang namun proses belajarnya terus berinovasi dari waktu ke waktu. Bila sebelumnya murid-murid hanya diajarkan mengenal huruf, membaca, menulis serta menghitung di dalam ruangan, maka seiring perkembangannya kini murid-murid lebih banyak melangsungkan pembelajaran di luar ruangan. “Hal ini dilakukan sebagai bentuk praktek langsung, contohnya jika mereka belajar tentang ikan maka diajak ke sungai dan bila tentang tumbuh-tumbuhan maka murid diajak kelingkungan sekitar yang memiliki banyak tumbuhan”, terang alumni Universitas Darul Ulum Jombang ini.

Skola Lipu adalah lembaga pendidikan yang berbasis komunitas dan lingkungan yang dijadikan oleh Tau Taa Wana sebagai tempat belajar bersama untuk mengembangkan nilai-nilai budaya, adat istiadat, kearifan lokal, ilmu pengetahuan dan pelestarian alam serta meningkatkan kemandirian komunitas. Ayah dua orang anak ini mengatakan, meskipun Skola Lipu tidak seperti sekolah formal pada umumnya, hanya saja proses belajarnya disesuaikan dengan kesibukan atau waktu yang dimiliki murid belajar. “Sekolah lipu ini merupakan sekolah swadaya masyarakat juga, selebihnya hanya berbagi peran dengan  pendamping dan dalam perkembangannya masyarakat sangat berantusias mau belajar, pada intinya mereka mau belajar, supaya situasi-situasi sebelumnya yaitu dibodohi, ditipu, seperti pada penandatanganan dokumen yang sama sekali mereka tidak tau apa isinya tidak lagi terjadi”, terang Ghofur.

Koordinator Sekolah Lipu yang lahir di Gresik ini berharap, “skola lipu bisa menjadi tempat belajarnya orang taa, bukan hanya sekedar baca tulis namun juga dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki.(Ria)

Lihat Juga

Peta Jalan Hutan Adat Disusun

PALU, MERCUSUAR – Sejumlah organisasi masyarakat sipil, komunitas adat bersama pemerintah daerah, serta unit pelaksana ...

Menggali Solusi dalam menjawab tantangan Pendidikan khusus dan layanan khusus bagi komunitas adat di Sulawesi Tengah

Yayasan Merah Putih selaku anggota Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JAPKA) menggelar kegiatan lokakarya sehari bertema; ...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *