JAKARTA, KOMPAS.com- Direktur Epistema Institute Luluk Uliyah mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menerbitkan surat keputusan (SK) pengakuan hutan adat kepada sembilan kelompok masyarakat hukum adat seluas 13.122,3 hektar pada Jumat (30/12/2016).
Sembilan hutan adat yang diakui kepemilikannya oleh negara yakni hutan adat yang terletak di Merangin (Jambi), Bulukumba (Sulawesi Selatan), Morowali Utara (Sulawesi Tengah), empat hutan adat di Kerinci (Jambi), Lebak (Banten), dan Humbang Hasudutan (Sumatera Utara).
Luluk menyatakan, SK tersebut merupakan langkah awal bagi pemerintah untuk mengakui hak masyarakat adat. Ia pun berharap agar wilayah yang diakui bisa diperluas.
“Kami berharap tak hanya berhenti pada pada sembilan wilayah ini saja, tetapi bisa berlanjut pada masyarakat adat lainnya,” kata Luluk saat jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2017).
Sebab, kata Luluk, saat ini ada banyak masyarakat adat yang yang menunggu pengakuan dari negara.Karena itu, Luluk berharap, prosedur pendaftaran hingga pengakuan hutan adat oleh pemerintah harus lebih efisien. “Pemerintah harus lebih aktif dalam mendorong pengakuan hutan adat dengan memfasilitasi proses pengakuan yang lebih cepat. Lagi pula dengan dimilikinya hutan oleh masyarakat adat, konservasi lingkungan hutan juga berjalan dengan baik,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma Indonesia), Dahniar Adriani mengatakan, ada beberapa kendala yang dihadapi masyarakat hukum adat saat mengurus legalisasi hutan adat. Mereka sering menghadapi kerumitan proses birokrasi dan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah pun diminta mengambil langkah nyata terkait janji Presiden Joko Widodo mengurangi kesenjangan sosial dengan mempercepat proses legalisasi hutan adat untuk masyarakat adat setempat.
Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Bayu Galih
sumber : kompas.com